Sekilas tampak serasi sekali antara kata UNAS dan MONAS, sama-sama memiliki huruf terakhir yang sama yaitu NAS. Apalagi kalau dilanjutkan dengan kata NAAS, sama-sama memiliki huruf terakhir yang sama yaitu AS. Kebetulankah ini atau ini hanya bentuk kegenitan bahasa yang sempat disinggung oleh Ustadz Muhsin Labib dalam tulisannya?

Ada apa dengan UNAS dan MONAS sehingga NAAS?

UNAS adalah salah satu Universitas di Indonesia. Tanpa kejadian itu, aku mungkin ndak akan pernah dengar kata-kata UNAS. Universitas Nasional yang terletak di kota Jakarta beberapa minggu yang lalu mengalami musibah. Segerombol orang yang menggunakan seragam Polisi menyerbu kampus UNAS dan memukuli Mahasiswa yang sebelumnya sempat berdemo dini hari menolak kenaikan harga BBM. Tidak hanya memukuli mahasiswa, kabarnya Polisi tersebut sampai merusak fasilitas kampus dan menjarah Koperasi Mahasiswa yang terletak di dalam area UNAS.

Pro kontra pun terjadi selepas kasus UNAS tersebut mencuat di tengah masyarakat melalui aksi para wartawan.

Tidak lama setelah kejadian UNAS, aksi kekerasan muncul lagi di sekitar MONAS. Sekelompok orang yang mengenakan baju putih dan celana putih dan menggunakan kopiah putih (pokoknya serba putih) menyerang sekelompok massa yang tidak hanya terdiri dari lelaki saja, tetapi di dalamnya ada beberapa ibu-ibu yang membawa anak-anaknya. Laskar Putih (begitu aku menyebutnya) tersebut menyerang kelompok massa yang menamakan dirinya AKKBB itu dengan alasan AKKBB menyatakan dukungannya terhadap Ahmadiyah yang sudah dicap oleh BAKORPAKEM sebagai aliran sesat yang telah menodai agama Islam.

Terlihat ada kesamaan antara tragedi UNAS dan MONAS. Tragedi UNAS dan MONAS sama-sama mengandung unsur kekerasan terhadap suatu kelompok tertentu. Hanya saja, terjadi perbedaan pelaku kekerasan tersebut. Pada tragedi UNAS pelakunya adalah Orang yang menggunakan seragam kebesaran POLISI yang merupakan bagian dari struktural negara. Sedangkan tragedi MONAS, pelakunya adalah orang yang berseragam putih-putih yang notabene masyarakat biasa, bukan bagian dari struktural negara.

Perbedaannya lagi adalah para pelaku kekerasan di UNAS tersebut seakan-akan mendapatkan perlindungan dari rezim yang berkuasa atas dasar legitimasi yang telah mereka dapatkan. Ya iyalah, masa ya iya donk, apalagi ya iya atuh. Khan polisi itu bagian dari Represif State Aparatus. Polisi itu adalah aparat negara yang tugasnya melakukan tindakan represif jika memang diperlukan. Sedangkan pelaku kekerasan di UNAS saat ini tengah mendekam di sel tahanan. Adilkah ini? Entahlah, aku sendiri ndak tau pasti bagaimana nasib para polisi yang melakukan tindak kekerasan di UNAS tersebut. Apakah mereka diadili atau justru dibenar oleh minuman Es BeYe dan Juz Uf Kalla.

Kalau Anda? Bagaimana pendapat Anda terkait fenomena seperti itu?

***

Dulu pada awal-awal kenaikan harga BBM, media massa baik cetak maupun elektronik disibukkan dengan liputan berita mengenai demonstrasi yang dilakukan berbagai elemen masyarakat yang menentang kenaikan harga BBM.

Dengan adanya sebab kenaikan harga BBM tersebut, mahasiswa UNAS yang tergerak hatinya melakukan penolakan dalam bentuk demonstrasi yang dilakukan dini hari saat orang-orang sedang terlelap tidur. Dan akhirnya demonstrasi itu pun ricuh. Media massa seakan-akan mendapatkan lahan uang disana dengan memblow up isu kericuhan di UNAS tersebut. Tetapi isu kericuhan ini tidak sampai menghilangkan isu kenaikan harga BBM di tengah masyarakat.

Tetapi setelah munculnya tragedi MONAS ini, mengapa isu kenaikan harga BBM menjadi berkurang bahkan aku dah ndak pernah dengar lagi tuh. Ada sebagian kalangan yang mengatakan bahwa tragedi MONAS adalah suatu setting dari pemerintah untuk mengalihkan isu dari kenaikan harga BBM ke isu sektarian.

Lagi-lagi aku bertanya kepada Anda, bagaimanakah pendapat Anda dengan asumsi tersebut?

Akhirnya, aku hanya bisa mengatakan bahwa UNAS yang didirikan untuk mencetak intelektual-intelektual muda, harus dikotori oleh aksi pak polisi yang menggunakan UNAS sebagai ring tinju. MONAS yang merupakan pusat keindahan Jakarta yang notabene ibukota negara kita harus dikotori dengan adanya aksi kekerasan yang kabarnya juga sampai mencederai ibu-ibu. Sudah cukup saudaraku. Kita tutup lembaran kekerasan dalam negara ini. Mari kita ciptakan Indonesia yang damai, bukan Indonesia yang NAAS ditelan kekerasan.

————————-

Makasih buat coretanpinggir. Maaf aku copy gambar Anda disini.