Diantara Anda mungkin masih teringat dengan lagu abang tukang bakso yang dinyanyikan oleh bocah kecil bernama Melisa. Jika Anda seumuranku, maka lagu tersebut akrab ditelinga pada saat Anda menduduki bangku Sekolah Dasar (SD).

Untuk sekedar mengingat, beginilah syair dari lagu tersebut:

Abang tukang bakso
Mari mari sini
Aku mau beli

Abang tukang bakso
Cepatlah kemari
sudah tak tahan lagi

Satu mangkuk saja
dua ratus perak
yang banyak baksonya

Tidak pake saos
Tidak pake sambel
Juga tidak pake kol

Bakso bulat
seperti bola pingpong
kalo lewat
membikin perut kosong

Jadi anak
jangan kau suka bohong
Kalo bohong
digigit kambing ompong
(ulangan kedua: digigit nenek gondrong)

Kabarnya, Melisa sekarang kuliah di Monash University Australia. Ada juga yang mengatakan bahwa semenjak nyanyi lagu abang tukang bakso, dia suka diledekin sama temen2nya di sekolah. Akhirnya dia pindah sekolah ke singapore . Sampai sekarang melisa masih di singapore. Selain itu, ada orang lain juga yang memberikan informasi bahwa Melisa itu sekarang dah jadi dokter, usianya sekarang dah 25 tahun. Melisa itu Alumni dari Fak.Kedokteran UNTAR

Terlepas dari siapakah Melisa dan bagaimana keadaan Melisa sekarang, aku ingin membahas soal nasib lagu yang dinyanyikan oleh seorang bocah cilik yang saat ini mungkin bertubuh seksi layaknya seorang wanita dewasa.

Bisa dikatakan bahwa lagu abang tukang bakso tersebut sudah tidak lagi menarik bagi anak-anak kecil jaman sekarang. Semua adek sepupuku tidak lagi senang menyanyikan lagu tersebut, bahkan mendengar pun belum pernah. Adek-adek sepupuku lebih akrab dengan lagu-lagu yang berkisah kisah cinta orang dewasa.

Bisa disimpulkan, dunia anak-anak sudah tercerabut dan digantikan dengan dunia dewasa. Anak-anak jaman sekarang diarahkan secara tidak sadar pada dunia orang dewasa yang penuh dengan cinta, perselingkuhan, pengkhianatan. Dunia anak kecil yang penuh dengan kepolosan telah tiada.

Tetapi lagu tersebut tidak hanya meninggalkan persoalan itu saja. Persoalan yang lain adalah kesesuaian konten lagu dengan realitas yang ada.

Menurutku, terjadi ketidaksesuaian antara konten lagu dengan realitas jaman ini, terutama pada syair:

Satu mangkuk saja
dua ratus perak
yang banyak baksonya

Realitas sekarang berbicara soal mahalnya kebutuhan manusia, termasuk kebutuhan perut manusia. Jika dulu Bakso satu mangkuk bisa dibeli dengan harga dua ratus perak, maka Bakso saat ini baru dapat dibeli jika kita mau mengeluarkan kocek 6000-7000 rupiah. Sungguh selisih yang sangat jauh…

Dari dua persoalan itu, muncul pertanyaan, Apakah lagu tersebut harus tetap dinyanyikan oleh anak kecil ataukah lagu tersebut sudah tidak pantas lagi dinyanyikan?

Lagu tersebut adalah lagu anak-anak, maka lagu tersebut harus dinyanyikan oleh anak-anak. Jangan sampai anak-anak lebih hafal dengan lagu-lagu orang dewasa.

Tetapi disisi lain, lagu tersebut tidak sesuai dengan realitas. Uh…bingung…