Berawal dari pengajian malam jum’at yang aku ikuti. Ada salah seorang yang bertanya mengenai cadar. Apa alasan cadar di larang di beberapa negara? Bagaimana pengaturan soal jilbab dalam Islam, apakah harus bercadar atau boleh tidak? Ada seorang teman di facebook juga yang memajang foto dirinya yang tengah menggunakan cadar. Di bawah foto itu tertulis, “cadar itu suatu keharusan atau suatu perhiasan ???” Untuk beberapa pertanyaan diatas, aku coba memberikan pendapat. Anggap saja pendapatku adalah pendapat seorang yang teramat sangat awam, sehingga tidak perlu dimasukkan dalam hati. Di beberapa negara memang ada semacam kebijakan yang mengatur penggunaan jilbab. Ada yang melarang menggunakan jilbab, atau ada juga yang hanya melarang penggunaan cadar. Negara-negara yang melakukan pelarangan itu adalah negara-negara yang terkenal dengan semboyan kebebasannya. Disatu sisi mereka berteriak soal kebebasan, tetapi disisi lain mereka melakukan pelarangan tersebut. Pernah ada seorang teman yang berpendapat, wajar saya jika negara-negara tersebut melakukan pelarangan terhadap penggunaan cadar. Karena jika orang-orang diperbolehkan menggunakan cadar, itu bisa dimanfaatkan untuk berbuat kejahatan. Misalnya, seorang lelaki yang menyamar menjadi wanita bercadar melakukan perbuatan terorisme. Itu bisa bahaya. Atau orang-orang yang dicari-cari polisi, menggunakan cadar untuk mengelabui. Menarik juga pendapat temanku itu, dan aku sepakat. hehehe…:D Tetapi bagaimana pengaturan soal jilbab dalam Islam? Setidaknya ada 2 ayat yang menyinggung soal jilbab. “…Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya…” (QS. An-Nur : 31) “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab ayat 59). Jadi, Islam memerintahkan para perempuan untuk mengenakan jilbab/kerudung. Menggunakan jilbab atau kerudung menurut kedua ayat Al-Qur’an yang aku tafsirkan, hukumnya wajib. Adapun alasan-alasan bagi mereka yang enggan menggunakan jilbab, biarlah Tuhan yang menjadi hakim. Yang jelas, menurutku, jilbab itu wajib berdasarkan ayat Al-Qur’an diatas. Lalu bagaimana dengan cadar? Menurutku, cadar tidak wajib dalam Islam. Sepanjang yang aku ketahui, tidak ada aturan soal cadar. Cadar itu berfungsi untuk menutup sebagian wajah, walaupun ada yang untuk menutup seluruh wajah. Pernah aku melihat wanita menggunakan cadar yang menutupi seluruh wajahnya. Nampaknya, cadarnya itu transparan, jadi ia juga masih dapat melihat. Dalam surat Al-Ahzab ayat 59 itu disebutkan bahwa menggunakan jilbab itu untuk lebih mudah dikenal. Tetapi bagaimana jika seorang perempuan menggunakan cadar? menurutku akan sangat susah untuk dikenali. Bahkan kita sulit menebak apakah dibalik cadar itu seorang perempuan atau laki-laki, apalagi jika kita harus menebak siapakah nama orang dibalik cadar tersebut. Kejadian lucu pernah dialami oleh seorang teman. Saat ia menghadiri pesta pernikahan. Dan kebanyakan yang hadir adalah wanita-wanita yang bercadar. Pada pertengahan acara, ada seorang anak kecil yang tengah menangis. Ternyata ia terpisah dari ibunya. Bocah kecil itu menangis sambil berkata, “Ummi…ummi…ummi…” Teman saya tadi coba tanya, “Mana ummi kamu?” Bocah kecil tadi menjawab, “Ndak tau…ummi hilang…” Temanku pun mengajak bocah tadi mengenali mana ibunya. Saking banyaknya wanita yang bercadar, anak kecil itu susah mengenali yang mana ibunya itu. Hingga akhirnya temanku tadi membuat pengumuman bahwa ada seorang anak kecil yang terpisah dari ibunya. Tak lama kemudian, datanglah seorang wanita bercadar. Nampaknya, anak kecil tadi masih kebingungan apakah benar wanita itu adalah ibunya atau bukan. Saat ibunya membuka cadar yang menutupi wajahnya, barulah si anak itu merasa yakin. Jadi, menggunakan cadar itu membuat kita sulit dikenali, dan itu bertentangan dengan surat Al-Ahzab ayat 59. hehehe…ini iseng aja sih. mohon maaf jika tidak berkenan.
Salam,
agama islam mengajarkan moral.
menutup muka dengan cadar bukan islam, karena tidak bermoral.
Salam,
sayyid.
ass.mas kalau mau berdebat pake dalil jangan perkiraan sebab apabila agama selalu memakai perkiraan salah,manusia selalu memakai perkiraan sementara agama jangan memakai perkiraan ,karena sudah di atur oleh ALLOH
@ SAYYID : Segala sesuatu harus ada dalilnya bro.. saya yakin kamu orang yang cerdas, so, baca dalilnya disini :
http://muslimah.or.id/fikih/hukum-cadar-dalil-dalil-ulama-yang-mewajibkan-1.html
@ Ressay : Kesimpulan link yang saya kasih di atas yaitu ada Ulama yang mewajibkan dan ada pula Ulama yang tidak mewajibkan
Ok…saya memandangnya dari sudut pandang sosiologis.
Pada Kam, 17 Jun 2010 07:30 EDT
ASS.SEBUAH PENELITIAN MEMBUKTIKAN WANITA YANG MEMAKAI CADAR KULITNYA TIDAK AKAN MUDAH KERIPUT.
ada sebuah fakta bahwa pernah ada seseorang yang bercadar masuk ke kost wanita. ternyata dibalik cadar itu adalah laki2.
apa yg kmu ktakan sgt jauh dari ilmiah
apa definisi ilmiah?
sebuah pilihan ilmiah?
lebih memilih yg mana apabila istri anda membuka auratnya hanya untuk anda, atau membuka auratnya juga untuk orang lain. sebuah penelitian bahwa 80% perceraian dikarenakan karena perselingkuhan yg berawal dari adanya kesempatan orang lain untuk mengexplore hawa nafsunya dengan melihat aurat (melalui pandangan)
Islam tegak berdiri di atas hukum (kitabullah & sunnah).sosiologis bukan hukum
pahami dulu tulisan saya dengan baik dan tanpa tendensi apapun, insya Allah Anda akan paham.
Terima kasih.
ass.segala puji bagi ALLOH tuhan semesta alam yang telah mengatur hukum manusia dengan sempurna.dilihat kegunaan cadar yaitu dapat mengurangi wanita dari gangguan pria nakal,yang ke dua lebih mendekati para wanita-wanita jaman sahabat,alias salafusholeh,yang ke tiga terkesan lebih waro(MENGHINDARKAN DIRI DARI YANG SUBHAT DAN HARAM)dan yang ke 4 menurut penelitian wanita yang memakai cadar kulitnya akan tidak mudah keriput alias awet muda
cadar juga dapat dilakukan untuk melakukan penipuan…
Saya rasa laki-laki yang menyamar sebagai perempuan bercadar, dia kurang banyak belajar tentang agama ini, karena :
“Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Bukhari dalam Shahihnya)
So, Meskipun cadar dapat disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab dan kurang belajar agama, toh hukumnya tetap sunnah, ya to?
“Anggap saja pendapatku adalah pendapat seorang yang teramat sangat awam, sehingga tidak perlu dimasukkan dalam hati.”
ya akhiy, melalui blog ini, saya yakin anda ingin menuangkan pemikiran2 anda atas jalan yang anda anggap tepat untuk dipilih. dan memang setiap manusia berhak untuk menentukan melalui jalan mana ia berjalan. namun, di artikel ini saya menemukan kata-kata yang sebagai “orang awam” namun sebenarnya anda telah berpendidikan, saya pikir anda harus benar2 mempertimbangkan atas apa yang akan anda tulis..
bagaimana seorang yang awwam malah memberi pendapat panjang lebar yang dy sendiri belum belajar banyak dari ahlinya (ulama’)..
apakah tidak sebaiknya anda memberi pendahuluan pada artikel dengan kata “semoga saya mendapat ilmu atas ke -awwam- an saya mengenai hal ini” atau semisalnya . .
—
“Menggunakan jilbab atau kerudung menurut kedua ayat Al-Qur’an yang aku tafsirkan, hukumnya wajib.”
dalam pelajaran ilmu ‘ulumul qur’an yang saya dapatkan (kitab *At-tibyan fil ‘ulumil qur’an – Muhammad Ali As-Shobuniy – maktabaha daar ihyaul kutub al-‘arobiyyah, indonesia) pada bab At-Tafsir bidDiroyah hal 159
disebutkan bahwa
*haruslah bagi orang yang menafsirkan kitab Alloh ta’ala memiliki beberapa ilmu dan pengetahuan. wajaib baginya menguasai atas hal ini, sehingga ia menjadi ahli untuk menafsirkan. Jika tidak, maka ia telah masuk dalam ancaman terdahulu
“barangsiapa berkata ttg Al-qur’an dengan pendapatnya sendiri, maka ambillah tempat duduknya di neraka” (HR. At-Turmudzi dari Ibnu Abbas)
para ulama telah menyebutkan beberapa macam ilmu yang harus dikuasai oleh seorang mufassir, yaitu ada 15 macam ilmu, seperti yang disebutkan oleh Imam As-suyuthi dalam kitabnya Al-itqan, yang sekiranya dapat kami ringkaskan sebagai berikut:
1. Mengetahui bahasa arab dan kaidah2nya (nahwu, shorof, dan ilmu istiqoq)
2. Mengetahui ilmu balaghoh yang ada di dalamnya adalah ilmu ma’ani, Al-bayan, dan Al-badi’
3. Mengetahui ushul Fiqh, meliputi Khash, ‘Am mujmal, Mufasshol.. dan yang lain
4. Mengetahui Ashbabun Nuzul
5. Mengetahui Nasikh dan Mansukh
6. Mengetahui ilmu qiroaat
7. memiliki ilmu dan keahlian
beliau juga mengutip perkataan Imam Malik r.a yakni,
“Tidak akan diberikan kepada orang yang tidak mengetahui bahasa Arab lalu dia menafsirkan Kitab Alloh, melainkan hukuman dan siksa saja”
-kalau anda memang masih awwam dalam hal agama islam, maka saduran diatas adalah sebuah nasehat dari saya sebagai saudara anda.
-tapi bila anda sudah mengetahui atas apa yang saya paparkan, sedangkan andai lalai semoga hal ini bisa mengingatkan anda agar merevisi kembali atas apa yang anda tulis.
-Namun, bila anda telah memiliki 7 ilmu diatas secara sempurna, maka sungguh saya meminta maaf dari anda.
—-
“Lalu bagaimana dengan cadar? Menurutku, cadar tidak wajib dalam Islam. Sepanjang yang aku ketahui, tidak ada aturan soal cadar.”
memang cadar tidak wajib dalam islam, tapi berilah pemaparan yang adil atas hal tersebut. Karena, cadar pernah digunakan oleh sebagian Shohabiyyah dan para ummahatul mukiminin, maka sudah tentu menirunya adalah suatu hal yang utama.
wallohua’lam
ok makasih.
“cadar pernah digunakan oleh sebagian Shohabiyyah dan para ummahatul mukiminin, maka sudah tentu menirunya adalah suatu hal yang utama”.
Kalau begitu mari kita semua naik Onta dan tinggal di rumah lumpur, karena itu semua dilakukan oleh SEMUA Shohabat, shohabiyyah dan para ummahatul mukminin pada jaman Rasulullah.
orang yang tidaksuka cadar akan membolak balikkan kalimat dan memainkan kata untuk membela argumentasinya
orang yang suka dengan cadar pun akan melakukan hal yang sama.
Cadar itu budaya, bahkan orang bercadar di Arab sana kebanyakan adalah seorang wanita yang menjadi budak, sedangkan di budaya Indonesia cadar identik dengan tindak terorisme
Rasanya semakin susah jadi orang Islam yanng baik. Saya adalah muallaf, tapi membaca tulisan/keterangan diatas, saya jadi pesimis untuk menjadi seorang muslimin yang baik, saya sudah tua, berumur 60 tahun. Terimakasih. Wassalam
Jadilah menjadi seorang muslimin yang baik.
@yanto,
islam tidak serumit yang anda fikirkan, satu hal yang sudah di naskan didalam Alquran bahwa musuh kita yang nyata adalah syaitan. Syaitan selalu ada dimana-mana. dan dengan cara apapun dia berusaha untuk menjerumuskan kita. Logika menjelaskan bahwa sebuah kebaikan paling dibenci oleh syaitan, dan paling disuka oleh Allah SWT. kesempurnaan kita adalah akal, yang tidak diberikan oleh Allah pada mahluk ciptaan yang lainnya. Gunakan akal sehat anda karena itu sebuah kebenaran. Islam bukan agama akal-akalan tapi islam adala agama rahmatan lilalamin. InsyaAllah hidayahNya menyertai anda.
yang salah oknumnya ato cadarnya?
menurutku sih yang salah oknumnya brad. Tapi bukankah kaum Anda yang sering menggunakan argumen yang bersifat fenomenologis sebagai hujjah keyakinan kaum Anda?
hehehe…
yg jadi pertanyaan jadinya anda kaum apa? fenomenologis ndak jauh² dari hermeunitika, apakah dlm persepsi anda kaum Islam sebagai kaum Nasrani gitu?
maksudnya gimana tuh? kok ndak jelas begitu?
kalo cadar wajib QS:Annur kemungkinan tidak diturunkan …”dan hendaklah menahan pandangan … apa sebab ? yah karena sudah tidak ada yang tampak dilihat berarti ayat untuk menahan pandang tidak diturunkan ? .. maaf hanya pendapat saya…
Menurut informasi yang kita dapat dari al-Quran dan Sunnah Cadar tidak wajib dalam Islam.
Islam meminta umatnya untuk berpakaian menutup awrat dan indah. Kalau sudah menutup awrat tapi tidak indah itu belumlah sesuai dengan Syariat dan bila indah saja tanpa menutup awrat juga belum sesuai dengan Syariat.
Bercadar tidaklah indah dan syariatpun tidak menganjurkannya. Namun bila kondisi memaksakan bercadar (mungkin karena faktor geografis, situasi dan lainnya) maka bercadar tentu dibolehkan.
Yang bercadar itu bagus buat dirinya. Tapi tidak bagus kalo menganggap yang tidak bercadar adalah sesat apalagi akan masuk neraka.. hehe.. Jangan so’ agamis tapi hati nya busuk. Amaluna amalukum saja. Mengingatkan tapi tidak memaksakan..:d
ribut ribut masalah wanita bercadar dan wanita berjilbab…….SESAT/TIDAK……..permasalhin yg benar benar sudah salah……..YAITU WANITA YANG TIDAK BERJILBAB / ajaran yg membiarkan (cuek) para wanita nya tidak berjilbab…. SUDAHKAH. semoga ALLAH menunjukan…RENUNGKANLAH
Hai ma’syaronnas,,apakah anda semua lbh senang mlhat wanita berpakaian tertutup ‘n bercadar atau wanita yg berbikini?
tdk da mnfaat sma skali mmperdebatkn mslah ni hngga saling mngkecam satu sma lain,,
jgn biarkn emosi kalian trpncing hny krn tulisan yg tak brasaskn dalil sprt ni,,
wALLOHu a’lam bishshowwab…
hehehe…santai saja bung. saya hanya berusaha menampilkan dampak cadar…
Tetaplah Istiqomah wahai ukhti,,
istiqomah apa?
sepertinya anda emang bener orang yang iseng , emang kalau ada orang bercadar anda rugi ya bos??????!! kenapa gak diem menjauhi menulis tulisan yang bikin semua orang pada berdebat n saling menyalahkan???? apa cari sensasi ajja , kalau cari sensasi ya jangan sampai menimbulkn pertengkaran banyak orang . waslm
saya hanya mengutarakan pendapat saya. kalau gak sepakat ya sudah, gak usah sewot begitu. nanti cepet tua lho…
Wacana perdebatan ttg wajibnya cadar di seputar wanita ini telah muncul sejak setengah abad yang lalu. Perdebatan tersebut dibangkitkan oleh kaum penjajah kafir di dalam jiwa orang-orang yang tertipu oleh Barat, terkooptasi oleh tsaqafah dan pandangan hidup Barat. Mereka yang telah terkooptasi itu berusaha untuk mengotori Islam dengan mamasukkan pendapat-pendapat yang tidak Islami. Mereka berupaya merusak pandangan hidup kaum Muslim. Mereka membuat-buat (mengungkit-ungkit) ide tentang hijab dan cadar. Ide-ide mereka itu merupakan ide-ide Barat yang sengaja dilontarkan untuk menyerang Islam, merusak kaum Muslim, serta menyebarluaskan keragu-raguan dalam diri kaum Muslim terhadap agama mereka. Sesungguhnya perkara cadar itu hanya diwajibkan pada istri-istri Rasul SAW saja, bukan kepada kaum muslimah pada umumnya !!!
tinggal satu persoalan yang masih tersisa, yakni berkaitan dengan pendapat yang dilontarkan oleh sebagian mujtahid bahwa, cadar disyariatkan kepada wanita karena adanya kekhawatiran akan munculnya fitnah. Mereka menyatakan bahwa wanita dilarang menampakkan wajahnya di tengah-tengah kaum pria bukan karena wajah itu aurat, tetapi karena kekhawatiran akan muncul fitnah. Pendapat semacam ini batil ditinjau dari berbagai sisi.
Pertama, tidak ada nash syara’ menyatakan pengharaman menampakkan wajah disebabkan adanya kekhawatiran akan muncul fitnah, baik itu dalam al-Quran, as-Sunnah, Ijma Sahabat, ataupun ‘illat syar‘iyyah yang masalah ini dapat di-qiyâs-kan (dianalogikan) kepadanya. Karena itu, pendapat secara syar’i tidak ada nilainya dan tidak bisa dinilai sebagai hukum syara’. Sebab, hukum syara’ adalah seruan asy-Syâri‘ (Sang Pembuat Hukum). Sementara pengharaman untuk menampakkan wajah karena kekhawatiran akan muncul fitnah tidak dinyatakan di dalam seruan asy-Syâri’. Jika telah diketahui bahwa dalil-dalil syariah telah datang dalam bentuk yang betul-betul bertolak belakang dengan pendapat tersebut. Ayat-ayat al-Quran dan hadits – hadits Rasul SAW membolehkan secara mutlak untuk menampakkan wajah dan kedua telapak tangan dan tidak membatasinya dengan sesuatupun. Nash-nash tersebut juga tidak mengkhususkan satu kondisi tertentu. Maka pengharaman menampakkan wajah dan mewajibkan untuk menutupinya, merupakan pengharaman atas apa yang telah dihalalkan oleh Allah SWT, dan mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Rabb semesta alam. Dengan kata lain, pendapat yang mengharamkan menampakkan wajah dan mewajibkan untuk menutupnya, selain tidak bisa dinilai sebagai hukum syara’, hal itu juga berarti membatalkan hukum-hukum syara’ yang telah ditetapkan dengan pernyataan nash secara gamblang.
Kedua, sesungguhnya menjadikan kekhawatiran akan munculnya fitnah sebagai ‘illat pengharaman menampakkan wajah dan mewajibkan menutupinya, tidak terdapat nash syar’i yang menyatakannya, baik secara jelas (sharâhatan), melalui penunjukan (dilâlatan), lewat proses penggalian (istinbâthan), maupun melalui analogi (qiyâsan). Karenanya ’illat tersebut (berupa kekhawatiran akan munculnya fitnah) bukan merupakan ‘illat syar‘iyyah, akan tetapi merupakan ’illat aqliyah (’illat yang bersumber dari akal). Padahal, ‘illat ‘aqliyyah tidak ada nilainya di dalam hukum syara’. ’Illat yang diakui di dalam hukum syara’ hanyalah ‘illat syar‘iyyah, bukan yang lain. Walhasil, kekhawatiran akan munculnya fitnah tidak ada bobotnya dalam pensyariatan haramnya menampakkan wajah dan wajibnya menutupinya, karena tidak dinyatakan di dalam syara’.
Ketiga, bahwa kaidah “al-wasîlah ilâ al-harâm muharramah (sarana yang dapat mengantarkan kepada sesuatu yang haram, hukumnya adalah haram) tidak bisa diterapkan atas pengharaman menampakkan wajah dengan alasan khawatir akan terjadi fitnah. Sebab, kaidah ini mengharuskan terpenuhinya dua hal: pertama, sarana yangdimaksud (minimal) berdasarkan dugaan kuat akan mengantarkan kepada sesuatu yang haram. Kedua, keharaman yang diakibatkan oleh sarana itu harus ada nash yang menyatakan keharamannya dan bukan sesuatu yang diharamkan oleh akal. Kedua hal tersebut tidak terdapat dalam topik haramnya menampakkan wajah karena kekhawatiran akan munculnya fitnah. Atas dasar ini, masalah haramnya menampakkan wajah karena khawatir akan muncul fitnah tidak sesuai dengan kaedah pengharaman sesuatu yang menjadi wasilah yang mengantarkan kepada suatu keharaman –dengan asumsi bahwa fitnah itu secara syar’i haram atas orang yang terfitnah–. Karena menurut dugaan kuat menampakkan wajah itu tidak menyebabkan terjadinya fitnah. Apalagi kekhawatiran munculnya fitnah itu tidak terdapat satu nash pun yang menyatakannya sebagai sesuatu yang haram. Bahkan, syara’ (dalam konteks ini) tidak mengharamkan fitnah itu sendiri atas orang yang membuat fitnah terhadap orang-orang (dalam hal ini, wanita yang menampakkan wajahnya). Syara’ mengharamkan fitnah itu atas orang yang memandang wanita dengan pandangan yang akan menimbulkan fitnah bagi dirinya. Sebaliknya syara’ tidak mengharamkan hal itu atas orang yang dipandang. Imam al-Bukhârî telah meriwayatkan dari Abdullâh ibn ’Abbâs RA, ia berkata: “Suatu ketika, al-Fadhl ibn ‘Abbâs membonceng Nabi SAW, lalu datang seorang wanita dari Khats‘am. Al-Fadhl lantas memandang wanita itu dan wanita itu pun memandangnya. Maka Rasulullah memalingkan wajah Fadhl ke arah yang lain.” Yakni Rasulullah SAW memalingkan wajah al-Fadhl dari memandang wanita itu. Hal itu sesuai dengan apa yang dinyatakan di dalam riwayat yang lain: “Maka Rasulullah SAW memegang al-Fadhl dan memalingkan wajahnya ke arah yang lain.” Kisah ini diriwayatkan oleh ‘Alî ibn Abî Thâlib RA dan ia menambahkan: “Al-‘Abbâs RA kemudian bertanya kepada Rasulullah SAW: “Ya Rasulullah, mengapa engkau memalingkan leher sepupumu?” Rasulullah SAW menjawab, “Karena aku melihat seorang pemuda dan seorang pemudi yang tidak aman dari gangguan setan.” Dari hadits terserbut jelaslah bahwa Rasulullah SAW memalingkan wajah al-Fadhl dari memandang wanita dari Bani Khats’am itu. Sebaliknya, Rasul SAW tidak memerintahkan wanita itu agar menutupi wajahnya, padahal wajah itu jelas tampak bagi beliau. Seandainya fitnah itu diharamkan atas orang yang menjadi asal fitnah, maka Rasulullah SAW pasti telah memerintahkan wanita dari bani Khats’am itu untuk menutupi wajahnya setelah terjadinya pandangan al-Fadhl terhadapnya dengan pandangan yang menyebabkan fitnah. Namun, beliau tidak menyuruh wanita dari bani Khats’am itu untuk menutupi wajahnya. Sebaliknya Beliau malah memalingkan wajah Fadhl. Hal itu menunjukkan bahwa pengharaman tersebut ditujukan
bagi orang yang memandang (pria), bukan bagi orang yang dipandang (wanita). Atas dasar ini, pengharaman munculnya fitnah karena (memandang) wanita, sebetulnya tidak terdapat satu nash pun yang mengharamkannya atas wanita yang menimbulkan fitnah. Bahkan, terdapat nash yang justru menunjukkan tidak adanya pengharaman fitnah tersebut atas wanita, sehingga apa yang dapat menimbulkan fitnah itu tidaklah haram. Hanya saja, negara –sebagai bagian dari aktivitas ri’ayah asy-syu’un– boleh menjauhkan seseorang tertentu dari pandangan orang-orang yang terfitnah karena memandang seseorang itu. Hal itu sebagai upaya untuk mewujudkan penghalang antara seseorang yang dapat menyebabkan terjadinya fitnah dengan masyarakat jika fitnah yang muncul karena seseorang itu menimpa masyarakat secara umum. Aktivitas itu sebagaimana yang dilakukan oleh Khalifah ‘Umar ibn al-Khaththâb terhadap Nashr ibn Hajjaj. Yaitu ketika Umar mengasingkannya ke Bashrah karena banyak wanita terfitnah (tergoda) oleh ketampanannya. Hal semacam itu bersifat umum bisa terjadi baik pada pria maupun wanita. Jadi, tidak bisa dikatakan bahwa haram bagi wanita menampakkan wajah karena khawatir akan terjadi fitnah. Karena hal itu tidak tercakup dalam (sesuai dengan) kaidah al-washîlah ilâ al-harâm muharramah (sarana yang dapat mengantarkan pada suatu keharaman maka hukumnya adalah haram).
miris melihat kondisi umat islam seperti ini, banyak yang kurang ilmu tetapi sok tahu dan menafsirkan wahyu semaunya sendiri, sudah jelas2 para salaf (pendahulu) merupakan manusia terbaik yg perlu dicontoh cara beragamanya.
oh begitu?
kembalilah kepada Al-Qur`an dan Sunnah, niscaya kamu tidak akan tersesat selama lamanya..! sangat disayangkan ada muslim tp enggan bermuslim..IMAN itu adalah percya dan yakin terhadap apa yang Allah suruh dan larang melalui Rasulnya..contoh terbaik (sunnah) adlah rasul,kelurga,shabat dan para tabi1 tabiin yg maksum..jk ada saudara2 yg enggan dgn ajaran Islam, mka Allah dan Rasulnya tdk memaksakan keinginan anda..yakinlah sohib2 ku yg mulia..”dalam sunnah itu ada kejayaan,pertolongan dan hikmah yg besar bagi manusia itu sndri…!!!
okay makasih.
Haloo bro yasser, dah lama gak mampir 😀 di blog nggak di fb jg nggak semua baik2 aja bro?
halo brad. fb gw udah ganti lho…
Di ayat Al Qur’an atau hadist sepertinya tidak disebutkan kata2 “JILBAB” / “CADAR”
Apa sih pengertian JILBAB dan CADAR ? kok bisa menghubungkan arti “menutup dada” dsb dengan kata2 JILBAB dan CADAR atau apalah namanya,.. mohon pencerahan,..
Yang saya peroleh dari ulama yang saya percayai (saya hanya orang awam – maafkan keawaman saya) adalah: Fathimah Az-Zahra, putri Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa aalihi wasalam tidak memakai cadar. Seandainya memakai cadar hukumnya wajib, tentu Rasulullah saaw yang agung akan memulai memerintahkan hal ini kepada keluarganya. Nah, fakta ini (yang saya percayai) cukup bagi saya untuk mempercayai bahwa memakai cadar tidak wajib, sekedar model saja (tapi jangan lupa, dilarang keras memakai cadar saat melakukan ibadah haji atau umrah – kalau tidak salah; maklumlah, saya belum pernah mengunjungi Baitullah). Saya sendiri berniat memakai cadar setiap kali naik motor, agar tidak gosong dilahap matahari (tapi belum tahu, di mana membeli cadar atau bagaimana membuat cadar) – kalau sudah turun ya pasti saya buka lagi; cukup kerudung yang menutupi dada dan baju yang longgar serta tidak tembus pandang saja
Kalau mbak Mieke belum bercadar ya tidak masalah, tapi menurut aku sih, muslimah lebih baik ya bercadar. Cobain deh. Ueenaak tenan.,katanya.
asalamualaikum
ada du sumber hukum 1-dalil naqli (dalil yg diambil dari qur’an dan sunnah) 2-dalil akli (dalil berdsarkan analisis pemahaman lgika).
mengenai hukum bercadar tidak satupun ayat dan sunnah yg mewajibkan, silakan para ahli salaf bongkar lagi qur;an dan sunnah.
yg ada adalah pendapat ulama / imam madzhablah yg mewajibkan bercadar dg alasan dalil akli sesuai pemahaman mereka saat itu.
mari kita bersama memahami setiap ayat dan sunnah dg lgika seperti banyak dianjurkan dlm qur’an, berfikirlah ketahuilah fahamilah dst. dan jangan membuat agamamu jadi berat untuk dilaksanakan.
yg harus dimengerti dg baik adalah jangan sampai yg bercadar berjenggot dan bercelana cingkrang, merasa dirinya paling benar krn itu berarti kesombongan dan merendahkan yg lain. cnth nyata adalah banyak perkara yg diharamkan buat mereka yg bercadar tapi boleh mengambil manfaat dari yg tidk bercadar, apa itu bukan munafik?
hal pentingf untuk dimengerti bahwa justifikasi suatu perkara haram atawa halal mengandung knsekwensi pahala dan dosa adalah hak prerogatif sang segala maha dan maha tunggal tiada awal dan akhir.
wassalam
semoga bermanfaat
harusnya soroti yg ngaku muslimah tapi umbar aurat, gak ada kerjaan ributi muslimah yg pake cadar,,,, insyaallah mereka lebih terjaga.