pksn

Oleh: Yasser Arafat

Indonesia merupakan negara kepulauan. Dari 17.504 pulau yang dimiliki, terdapat 92 (sembilan puluh dua) pulau-pulau kecil yang menjadi titik dasar untuk menarik garis pangkal kepulauan yang berbatasan langsung dengan 10 (sepuluh) negara tetangga di wilayah laut yakni (1) India, (2) Malaysia, (3) Singapura, (4) Thailand, (5) Vietnam, (6) Filipina, (7) Republik Palau, (8) Australia, (9) Timor Leste, dan (10) Papua Nugini. Di darat, Indonesia berbatasan dengan tiga negara, yaitu : (1) Malaysia, (2) Papua New Guinea, dan (3) Timor Leste.

Daerah perbatasan tersebut merupakan garda terdepan bagi negara Indonesia yang berhadapan langsung dengan negara tetangga. Terlebih bagi daerah perbatasan yang berbatasan dengan negara lain di darat maupun dilaut. Sebut saja provinsi terbaru di Indonesia yakni Kalimantan Utara. Ada salah satu daerah di Kalimantan Utara yang berbatasan dengan Negara Sabah Malaysia baik di darat maupun di laut yakni Pulau Sebatik.

Keunikan dari Pulau ini yakni dimiliki oleh Indonesia dan Malaysia. Malaysia menguasai wilayah utara pulau dengan luasan 187,23 km2 menjadi milik Malaysia, sedangkan bagian selatan merupakan milik Indonesia dengan luas 246.61 km2. Pulau Sebatik juga berbatasan dengan Tawau di laut. Pulau Sebatik di Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara berseberangan dengan Kota Tawau, Malaysia.

Lantaran bertetangga, warga Sebatik dan Tawau sudah sering menjalin hubungan perdagangan. Bahkan disaat hubungan Pemerintah Indonesia dengan Malaysia sedang bersitegang, hubungan antar warga kedua daerah tersebut tidak terpengaruh sama sekali. Namun jika diperbandingkan, ada perbedaan yang sangat mencolok dari Sebatik dan Tawau. Perbedaannnya terletak pada konsep pembangunan di kedua wilayah tersebut.

Dalam hal ini sepertinya Indonesia perlu mengambil banyak pelajaran dari Malaysia yang begitu memperhatikan daerah yang berbatasan dengan negara tetangga. Malaysia sadar betul bahwa daerah perbatasan merupakan beranda atau teras dari negaranya. Bukan hanya harus dijaga keamanannya, tetapi juga harus dikembangkan menjadi kota yang indah dan maju.

Berbeda dengan Indonesia yang sudah sejak lama menganggap daerah perbatasan seakan-akan seperti wilayah bagian belakang negara yang sama sekali tidak terurus. Pembangunan hanya dipusatkan di Pulau Jawa dan kota-kota besar. Daerah-daerah perbatasan yang berhadapan langsung dengan negara tetangga dilupakan.

Alhasil, saat ini ketika malam hari warga Pulau Sebatik bisa menyaksikan kemilau lampu kehidupan malam kota Tawau yang seakan tiada matinya. Namun sebaliknya ketika warga Tawau melihat ke arah pulau sebatik, hanya ada beberapa lampu saja yang terlihat itu pun samar-samar.

Kini saatnya pemerintah sadar untuk tidak lagi menjadikan Pulau Jawa sebagai anak emas. Daerah-daerah terdepan, terluar, dan tertinggal harus menjadi prioritas pembangunan. Pemerintah saat ini harus meninggalkan budaya lama dalam mengurusi wilayah perbatasan dengan pendekatan keamanan. Seharusnya Pemerintah menggunakan pendekatan kesejahteraan dengan membangun infrastruktur yang memadai. Pembangunan infrastruktur di daerah perbatasan pada saatnya nanti akan mampu meningkatkan perekonomian daerah tersebut.

Secercah harapan itu seakan mulai terlihat di era kepemimpinan Presiden Jokowi. Dalam program Nawa Cita yang dicetuskannya, Pemerintah Indonesia berjanji untuk membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Kini saatnya rakyat mengawal dan menagih janji itu. Tidak berlebihan jika suatu saat daerah-daerah perbatasan lainnya di Indonesia seperti Batam yang begitu percaya diri bertetangga dengan Singapura.