Baru-baru ini ada seseorang yang nampaknya anggota atau mungkin simpatisan dari Hizbut Tahrir berkomentar di status facebookku. Berawal dari statusku tentang betapa banyaknya orang non muslim yang mencela Nabi Muhammad, orang sunni dan salafy yang mencela Ulama-ulama Syi’ah, orang Syi’ah yang mencela sahabat Nabi.
Ia berkomentar bahwa sunni, syi’ah, salafy, wahabi, dll itu pada zaman Nabi dulu tidak ada. Pada zaman Kekhilafahan Islam pun tidak ada. Semua itu muncul saat khilafah Islam sudah runtuh.
Perbincangan pun akhirnya mengarah pada pencelaan yang dilakukan oleh orang-orang syi’ah kepada Sahabat Nabi. Menurutnya, syi’ah itu mengajarkan mencela sahabat Nabi. Menurutku, Syi’ah tidak mengajarkan mencela sahabat Nabi, hanya mengkritik sahabat Nabi dan menampilkan sejarah apa adanya. Adapun orang-orang syi’ah yang mencela sahabat Nabi, menurutku, itu hanya oknum saja.
Lalu ia mengutip pendapat Imam Malik soal mencela sahabat Nabi.
االامام مالك
روى الخلال عن ابى بكر المروزى قال : سمعت أبا عبد الله يقول :
قال مالك : الذى يشتم اصحاب النبى صلى الله عليه وسلم
ليس لهم اسم او قال نصيب فى الاسلام.
( الخلال / السن: ۲،٥٥٧ )
Al Khalal meriwayatkan dari Abu Bakar Al Marwazi, katanya : Saya mendengar Abu Abdulloh berkata, bahwa Imam Malik berkata : “Orang yang mencela sahabat-sahabat Nabi, maka ia tidak termasuk dalam golongan Islam”( Al Khalal / As Sunnah, 2-557 )
Ia berargumen dengan pendapat Imam malik bahwa mencela sahabat Nabi itu termasuk orang-orang di luar Islam, dalam artian lain “MURTAD”.
Saya mengatakan bahwa Jika kita mengikuti pendapat imam malik, maka orang yang keluar dari islam adalah sahabat Nabi, karena mereka tidak hanya mencaci maki, tetapi saling bunuh membunuh diantara mereka.
Banyak sejarah yang menceritakan hal itu kepada kita semua, bahwa diantara sahabat Nabi tidak hanya terjadi saling mencela tetapi juga sampai pada saling bunuh membunuh. Misalnya perang shiffin, perang jamal, pembunuhan Utsman bin Affan.
Dan berbicara soal khilafah, saya pun mengajukan pertanyaan kepadanya mengenai status Muawiyah bin Abu Sufyan. Apakah dia seorang yang diakui sebagai khalifah Islam? Sebetulnya saya sudah tau jawabannya, tetapi hanya ingin memastikan saja. Tetapi nampaknya dia tidak ingin menjawab pertanyaan saya tersebut.
FYI, Muawiyah bin Abu Sufyan diyakini oleh saudara-saudara kita dari Hizbut Tahrir sebagai khalifah Islam. Tetapi jika kita membaca lagi kitab2 sejarah, Muawiyah adalah salah satu khalifah yang telah mencela Ali bin Abi Thalib yang dalam hal ini merupakan seorang sahabat Nabi.
Dalam kitab Shahih Muslim Tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi 4/1870 no 2404 diriwayatkan dari Saad bin Abi Waqqash
أمر معاوية بن أبي سفيان سعدا فقال ما منعك أن تسب أبا التراب ؟ فقال أما ذكرت ثلاثا قالهن له رسول الله صلى الله عليه و سلم فلن أسبه لأن تكون لي واحدة منهن أحب إلي من حمر النعم سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول له خلفه في بعض مغازيه فقال له علي يا رسول الله خلفتني مع النساء والصبيان ؟ فقال له رسول الله صلى الله عليه و سلم أما ترضى أن تكون مني بمنزلة هارون من موسى إلا أنه لا نبوة بعدي وسمعته يقول يوم خيبر لأعطين الراية رجلا يحب الله ورسوله ويحبه الله ورسوله قال فتطاولنا لها فقال ادعوا لي عليا فأتى به أرمد فبصق في عينه ودفع الراية إليه ففتح الله عليه ولما نزلت هذه الآية فقل تعالوا ندع أبناءنا وأبنائكم [ 3 / آل عمران / 61 ] دعا رسول الله صلى الله عليه و سلم عليا وفاطمة وحسنا وحسينا فقال اللهم هؤلاء أهلي
Muawiyah bin Abi Sufyan memerintah Sa’ad, lalu berkata “Apa yang menghalangimu untuk mencaci Abu Turab”?. Sa’ad berkata “Selama aku masih mengingat tiga hal yang dikatakan oleh Rasulullah SAW aku tidak akan mencacinya yang jika aku memiliki salah satu saja darinya maka itu lebih aku sukai dari segala macam kebaikan. Rasulullah SAW telah menunjuknya sebagai Pengganti Beliau dalam salah satu perang, kemudian Ali berkata kepada Beliau “Wahai Rasulullah SAW engkau telah meninggalkanku bersama perempuan dan anak-anak?” Maka Rasulullah SAW berkata kepadanya Tidakkah kamu ridha bahwa kedudukanmu disisiku sama seperti kedudukan Harun disisi Musa, hanya saja tidak ada Nabi setelahku. Aku mendengar Rasulullah SAW berkata di Khaibar “Sungguh Aku akan memberikan panji ini pada orang yang mencintai Allah dan RasulNya serta dicintai Allah dan RasulNya. Maka kami semua berharap untuk mendapatkannya. Lalu Beliau berkata “Panggilkan Ali untukku”. Lalu Ali datang dengan matanya yang sakit, kemudian Beliau meludahi kedua matanya dan memberikan panji kepadanya. Dan ketika turun ayat “Maka katakanlah : Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kalian”(Ali Imran ayat 61), Rasulullah SAW memanggil Ali, Fathimah, Hasan dan Husain dan berkata “Ya Allah merekalah keluargaku”.
Riwayat Sunan Ibnu Majah
Dalam Sunan Ibnu Majah Tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi 1/45 no 121 terdapat hadis riwayat Sa’ad berikutحدثنا علي بن محمد . حدثنا أبو معاوية . حدثنا موسى بن مسلم عن ابن سابط وهو عبد الرحمن عن سعد بن أبي وقاص قال قدم معاوية في بعض حجاته فدخل عليه سعد فذكروا عليا . فنال منه . فغضب سعد وقال تقول هذا لرجل سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول ( من كنت مولاه فعلي مولاه ) وسمعته يقول ( أنت مني بمنزلة هارون من موسى إلا أنه لا نبي بعدي ) وسمعته يقول ( لأعطين الرأية اليوم رجلا يحب الله ورسوله ) ؟
Ali bin Muhammad menceritakan kepada kami yang berkata Abu Muawiyah menceritakan kepada kami yang berkata Musa bin Muslim menceritakan kepada kami dari Ibnu Sabith dan dia adalah Abdurrahman dari Sa’ad bin Abi Waqash yang berkata ”Ketika Muawiyah malaksanakan ibadah haji maka Saad datang menemuinya. Mereka kemudian membicarakan Ali lalu Muawiyah mencelanya. Mendengar hal ini maka Sa’ad menjadi marah dan berkata ”kamu berkata seperti ini pada seseorang dimana aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda ”barangsiapa yang Aku adalah mawlanya maka Ali adalah mawlanya”. Dan aku juga mendengar Rasulullah SAW berkata kepada Ali ”Kamu disisiKu sama seperti kedudukan Harun disisi Musa hanya saja tidak ada Nabi setelahKu”. Dan aku juga mendengar Rasulullah SAW berkata kepada Ali ”Sungguh akan Aku berikan panji hari ini pada orang yang mencintai Allah dan RasulNya”.
Hadis ini telah dinyatakan Shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah no 98. Hadis di atas adalah bukti yang paling kuat kalau Muawiyah memang telah mencela Imam Ali. Al Hafiz Muhammad bin Abdul Hadis As Sindi dalam Syarh Sunan Ibnu Majah no 118 telah menunjukkan dengan kata-kata yang jelas dalam komentarnya tentang hadis ini ”bahwa Muawiyah telah mencaci Imam Ali bahkan memerintahkan Sa’ad untuk mencaci Imam Ali sebagaimana yang disebutkan oleh Muslim dan Tirmidzi”.
Jika kita mengikuti pendapat Imam Malik bahwa yang mencela sahabat Nabi itu maka termasuk di luar Islam atau murtad, maka sebetulnya Muawiyah yang notabene khalifah Islam itu sudah murtad. bukan begitu?
ذكر الامام النووي في شرحه :
فقول معاوية هذا ليس فيه تصريح بأنه أمر سعدا بسبه ، وإنما سأله عن السبب المانع له من السب ، كأنه يقول : هل امتنعت تورعا ، أو خوفا ، أو غير ذلك . فإن كان تورعا وإجلالا له عن السب فأنت مصيب محسن ، وإن كان غير ذلك فله جواب آخر ، ولعل سعدا قد كان في طائفة يسبون فلم يسب معهم ، وعجز عن الإنكار ، وأنكر عليهم ، فسأله هذا السؤال . قالوا : ويحتمل تأويلا آخر أن معناه ما منعك أن تخطئه في رأيه واجتهاده ، وتظهر للناس حسن رأينا واجتهادنا ، وأنه أخطأ ؟ .
قال أبو العباس القرطبي صاحب المفهم معلقاً على وصف ضرار الصُّدائي لعلي رضي الله عنه وثنائه عليه بحضور معاوية، وبكاء معاوية من ذلك وتصديقه، لضرار فيما قال: وهذا الحديث يدل علىمعرفة معاوية بفضل علي رضي الله عنه ومنزلته، وعظيم حقه ومكانته، وعند ذلك يبعد عن معاوية أن يصرح بلعنه وسبّه، لما كان معاوية موصوفاً به من العقل والدين، والحلم وكرم الأخلاق وما يروى عنه من ذلك فأكثره كذب لا يصح، وأصح ما فيها قوله لسعد بن أبي وقاص: ما يمنعك أن تسب أبا تراب؟ وهذا ليس بالتصريح بالسب، وإنما هو سؤال عنسبب امتناعه ليستخرج من عنده من ذلك، أو من نقيضه، كما قد ظهر من جوابه، ولما سمع ذلك معاوية، سكن وأذعن، وعرف الحق لمستحقه
Sayangnya para Salafiyun itu tidak bisa membedakan sebuah pendekatan yang benar dan penakwilan yang jauh dan dibuat-buat. Mereka hanya bisa berdalih dan bertaklid bahwa makna hadis tersebut adalah seperti yang dikatakan An Nawawi. Sebelum kami menganalisis Penakwilan Nawawi di atas, maka kami ingatkan bahwa Dalil sejelas apapun tetap bisa dicari-cari penolakannya dan bisa dibuat tafsiran-tafsiran untuk menakwilkan demi mengarahkannya pada makna tertentu yang diinginkan.
Itulah kebiasaan salafy/wahabi yang sering mendustakan ajaran agama dan memanipulasi teks.
Bukti valid bahwa Muawiyah mencela Ali bin Abi Thalib:
Dalam Sunan Ibnu Majah Tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi 1/45 no 121 terdapat hadis riwayat Sa’ad berikut
حدثنا علي بن محمد . حدثنا أبو معاوية . حدثنا موسى بن مسلم عن ابن سابط وهو عبد الرحمن عن سعد بن أبي وقاص قال قدم معاوية في بعض حجاته فدخل عليه سعد فذكروا عليا . فنال منه . فغضب سعد وقال تقول هذا لرجل سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول ( من كنت مولاه فعلي مولاه ) وسمعته يقول ( أنت مني بمنزلة هارون من موسى إلا أنه لا نبي بعدي ) وسمعته يقول ( لأعطين الرأية اليوم رجلا يحب الله ورسوله ) ؟
Ali bin Muhammad menceritakan kepada kami yang berkata Abu Muawiyah menceritakan kepada kami yang berkata Musa bin Muslim menceritakan kepada kami dari Ibnu Sabith dan dia adalah Abdurrahman dari Sa’ad bin Abi Waqash yang berkata ”Ketika Muawiyah malaksanakan ibadah haji maka Saad datang menemuinya. Mereka kemudian membicarakan Ali lalu Muawiyah mencelanya. Mendengar hal ini maka Sa’ad menjadi marah dan berkata ”kamu berkata seperti ini pada seseorang dimana aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda ”barangsiapa yang Aku adalah mawlanya maka Ali adalah mawlanya”. Dan aku juga mendengar Rasulullah SAW berkata kepada Ali ”Kamu disisiKu sama seperti kedudukan Harun disisi Musa hanya saja tidak ada Nabi setelahKu”. Dan aku juga mendengar Rasulullah SAW berkata kepada Ali ”Sungguh akan Aku berikan panji hari ini pada orang yang mencintai Allah dan RasulNya”.
Hadis ini telah dinyatakan Shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah no 98. Hadis di atas adalah bukti yang paling kuat kalau Muawiyah memang telah mencela Imam Ali. Al Hafiz Muhammad bin Abdul Hadis As Sindi dalam Syarh Sunan Ibnu Majah no 118 telah menunjukkan dengan kata-kata yang jelas dalam komentarnya tentang hadis ini ”bahwa Muawiyah telah mencaci Imam Ali bahkan memerintahkan Sa’ad untuk mencaci Imam Ali sebagaimana yang disebutkan oleh Muslim dan Tirmidzi”.
ada celah dalam hadits ini untuk dibawa kepada
makna yang batil. Sisi tersebut adalah pertanyaan Mu’awiyah kepada Sa’d bin Abi Waqqash:
“(Wahai Sa’d) apa yang
menghalangimu mencela Abu Turab (julukan Ali bin Abi Thalib)?” Segera kaum pendusta mengambil
kesimpulan keji dari pertanyaan itu bahwa Mu’awiyah membenci
Ali bin Abi Thalib serta mengajak manusia membenci dan mencela
Ali bin Abi Thalib. Sebaliknya, riwayat ini justru menyanjung Mu’awiyah. Dalam kisah hadist tsb tampak bagaimana Mu’awiyah menetapkan keutamaan Ali bin Abi Thalib yang disampaikan oleh Sa’d bin Abi Waqqash. Hadits ini pun sampai kepada kita setelah
melalui zaman yang cukup
panjang, termasuk zaman Bani Umayyah. Salah seorang ulama Syafi’iyah, al-Imam an-Nawawi. Beliau berkata, “Tidak ada (dalam perkataan Mu’awiyah) perintah kepada Sa’d untuk mencela Ali. Yang ada hanyalah pertanyaan
kepada Sa’d tentang sebab yang menghalanginya dari mencela Ali. (Makna pertanyaan Mu’awiyah), “Wahai Sa’d, engkau menjauhkan diri dari mencela Ali, apakah (kau tinggalkan itu) karena wara’ (yakni karena Allah) atau karena takut (manusia)? Apabila engkau meninggalkannya karena wara’,engkau benar dan telah berbuat
baik. Namun, apabila engkau meninggalkannya karena takut (manusia), urusannya lain.” Sepertinya, Mu’awiyah
menanyakan hal ini karena Sa’d (saat itu) berada di tengah-tengah kaum (Khawarij) yang mencela Ali bin Abi Thalib,
namun tidak mengikuti mereka. Maka dari itu, Mu’awiyah mengajukan pertanyaan ini.
(Syarh Shahih Muslim, 15/175—176 atau 184—185)
1. Astaghfirullah…ngomongnya jorok begitu. Apakah Nabi Muhammad mengajarkan seperti itu? Apakah Islam seperti itukah yang Anda dapatkan dari jalur sahabat? Semoga bukan.
2. Soal penakwilan An-Nawawi akan saya bantah dengan sangat ilmiah. Semoga Anda tidak berkeras hati dengan kepandiran Anda.
Saya kutipkan lengkapnya yaw:
Dalam Syarh Shahih Muslim 15/175-176 An Nawawi berkata
Menurut para Ulama(ahli ilmu), semua hadis yang zhahirnya mengandung serangan terhadap pribadi salah seorang sahabat maka hadis tersebut mesti ditakwilkan. Mereka mengatakan semua hadis dari perawi tsiqat pasti dapat ditakwilkan. Karena itu perkataan Muawiyah di atas tidak harus itu berarti dia memerintah Sa’ad mencaci Ali. Dia hanya bertanya alasan apa yang menyebabkan Sa’ad tidak mencaci Ali?. Seakan-akan Muawiyah berkata “Apakah engkau tidak melakukan itu karena khawatir berbuat dosa, takut atau sebab lain? Jika kamu tidak mencerca Ali karena takut berbuat dosa atau mengagungkan ia maka kamu adalah orang yang benar, kalau bukan karena itu kamu pasti punya alasan lain”. Mungkin juga Sa’ad ketika itu berada di tengah-tengah suatu kelompok yang mencaci maki Ali tetapi dia tidak turut mencaci bersama mereka. Sa’ad mungkin tidak mampu menentang mereka tetapi ia tidak setuju dengan mereka. Lalu Muawiyah mengajukan pertanyaan kepada Sa’ad. Atau menurut mereka, hadis tersebut bisa juga ditakwilkan dengan kata-kata “Mengapa kamu tidak menyalahkan pendapat dan ijtihad Ali dan memperlihatkan kepada semua orang bahwa pendapat dan ijtihad kami adalah benar sedangkan ijtihad Ali itu salah?.
Sayangnya Anda yang pandir ini tidak bisa membedakan sebuah pendekatan yang benar dan penakwilan yang jauh dan dibuat-buat. Anda hanya bisa berdalih dan bertaklid bahwa makna hadis tersebut adalah seperti yang dikatakan An Nawawi. Sebelum kami menganalisis Penakwilan Nawawi di atas, maka kami ingatkan bahwa Dalil sejelas apapun tetap bisa dicari-cari penolakannya dan bisa dibuat tafsiran-tafsiran untuk menakwilkan demi mengarahkannya pada makna tertentu yang diinginkan. Oleh karena itu kita akan menerapkan tiga landasan metode dalam menilai setiap interpretasi
1. Berpegang pada teksnya
2. Mencari Penafsiran yang terdekat dengan teksnya
3. Membandingkannya dengan riwayat lain yang relevan dengan hadis tersebut
Berikut ini analisis atas nsyarah An-nawawi tersebut.
Di awal An-Nawawi berkata:
Perhatikan baik-baik, Imam Nawawi mengawali penjelasannya dengan mengatakan bahwa semua hadis yang zhahirnya mengandung serangan terhadap pribadi sahabat harus ditakwilkan. Hal ini menunjukkan bahwa Imam Nawawi juga menangkap dalam hadis di atas adanya serangan terhadap pribadi Muawiyah sehingga dengan itu ia melakukan penakwilan untuk membela Muawiyah.
Selanjutnya ia berkata:
Memang benar kalau Muawiyah bertanya Alasan apa yang menyebabkan Sa’ad tidak mau mencaci Ali?. Dan Muawiyah ingin mengetahui alasan yang membuat Sa’ad menolak perintahnya untuk mencaci Abu Turab.
Secara zahir teks kita melihat ada dua premis:
1. Muawiyah Memerintah Sa’ad
2. Muawiyah bertanya kepada Sa’ad “Apa yang menghalangimu Mencaci Abu Turab”?
Dengan asumsi bahwa kedua premis tersebut berhubungan maka kita dapat menduga ada hubungan antara apa yang diperintahkan Muawiyah dan apa yang membuat Muwiyah bertanya. Jika kita mengasumsikan bahwa Muawiyah memerintah Sa’ad untuk mencaci Ali maka kita dapat menarik hubungan antara perintah tersebut dengan pertanyaan Muawiyah. Hubungannya yaitu Sa’ad menolak untuk mencaci Abu Turab, hal inilah yang membuat Muawiyah bertanya “Apa yang menghalangimu mencaci Abu Turab”?. Jadi asumsi Muawiyah memerintah Sa’ad mencaci Abu Turab cukup relevan dan sesuai dengan zahir teks hadisnya.
Nawawi membuat penakwilan pertama
Tentu saja perkataan Muawiyah yang seakan-akan ini hanyalah rekaan yang dibuat oleh Nawawi. Siapapun tidak akan bisa menghubungkan kata-kata Muawiyah yang seakan-akan ini dengan zahir teks hadis
Muawiyah bin Abi Sufyan memerintah Sa’ad, lalu berkata “Apa yang menghalangimu untuk mencaci Abu Turab”?.
Jadi singkat kata penjelasan Nawawi itu malah merekayasa teks hadis sendiri yang berbeda dengan zahir teks hadis yang sudah ada. Tentu saja berbeda dengan asumsi “Muawiyah memerintah Sa’ad mencaci Abu Turab” yang justru berawal dari zahir teks hadis bahwa Muawiyah memerintah Sa’ad kemudian bertanya.
Inipun bisa dibilang asumsi yang dimasukkan pada hadis tersebut. Seandainya kita menerima asumsi ini maka itu tidak menafikan kalau Muawiyah memerintah Sa’ad untuk mencaci Abu Turab. Bahkan bisa dibilang kita dapat menguatkan asumsi kalau Muawiyah memerintah Sa’ad mencaci Abu Turab dengan asumsi Imam Nawawi ini. Perhatikan, mungkin saja saat itu Muawiyah dan Sa’ad berada di tengah-tengah kelompok yang mencaci-maki Ali. Sa’ad tidak mencaci Ali bersama mereka, tetapi bagaimana dengan Muawiyah, ada dua kemungkinan
Muawiyah ikut mencaci
Muawiyah tidak ikut mencaci
Mari kita ambil perandaian Imam Nawawi tentang perkataan Muawiyah yang Seakan-akan Muawiyah berkata “Apakah engkau tidak melakukan itu karena khawatir berbuat dosa, takut atau sebab lain? Jika kamu tidak mencerca Ali karena takut berbuat dosa atau mengagungkan ia maka kamu adalah orang yang benar, kalau bukan karena itu kamu pasti punya alasan lain”.
Intinya Imam Nawawi mendudukkan posisi Muawiyah sebagai orang yang mengetahui bahwa mencaci Ali itu jelas tidak benar. Nah kalau memang begitu bukankah Muawiyah yang berada di tengah-tengah kelompok yang mencaci maki Ali dapat melarang tindakan kelompok tersebut atau mengecam mereka. Sa’ad mungkin saja tidak mampu menentang mereka tetapi bukankah Muawiyah yang merupakan Penguasa saat itu memiliki kemampuan untuk itu.
Hal yang aneh ditampilkan oleh Imam Nawawi adalah ketimbang Muawiyah melarang kelompok tersebut ia malah mengajukan pertanyaan kepada Sa’ad yang sebenarnya tidak perlu ditanyakan. Paling tidak pertanyaan yang harus diajukan untuk situasi tersebut adalah pertanyaan kepada kelompok yang mencaci Ali “mengapa mereka sampai mencaci Ali” bukan kepada Sa’ad
Adanya pertanyaan kepada Sa’ad membuat kita berasumsi bahwa Muawiyah ikut mencaci Ali bersama kelompok tersebut sehingga dalam hal ini Muawiyah tidak perlu bersusah-susah melarang mereka dan ketika ia melihat Sa’ad tidak mau mencaci Ali atau bisa saja saat itu ia memerintah Sa’ad untuk ikut mencaci Ali dan Sa’ad menolak maka Muawiyah bertanya “Apa yang menghalangimu untuk mencaci Abu Turab”. Asumsi ini jelas lebih masuk akal. Nah kita lihat, kesimpangsiuran dari andai-andai Imam Nawawi ini sangat jelas terlihat jika dianalisis dengan baik.
Imam Nawawi mengajukan penakwilan terakhir
Sudah jelas penakwilan seperti ini sangat jauh sekali dari teks hadisnya. Intinya kita tidak dapat menarik atau menimbulkan kata-kata ini dari zahir teks hadisnya. Singkatnya asumsi ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan zahir teks hadis
Muawiyah bin Abi Sufyan memerintah Sa’ad, lalu berkata “Apa yang menghalangimu untuk mencaci Abu Turab”?.
Sudah jelas kata-kata pada hadis tersebut adalah mencaci bukan soal ijtihad yang benar atau salah. Jadi penakwilan ini sungguh jauh sekali dari teks hadisnya bahkan hanya sekedar dibuat-buat.
Penakwilan Nawawi di atas sudah jelas hanyalah sebuah pembelaan semata yang tidak memuat sedikitpun hujjah dan argumentasi yang kuat sehingga dalam hal ini kita dapat melihat terdapat ulama-ulama yang mengkritik penakwilan yang dilakukan Imam Nawawi atau menyatakan dengan jelas bahwa hadis Muslim di atas memang mengindikasikan Muawiyah memerintah Sa’ad untuk mencaci Abu Turab, diantara mereka adalah
Al Hafiz Muhammad bin Abdul Hadi As Sindi dalam Syarh Sunan Ibnu Majah no 118 berkata ”Muawiyah telah mencaci Ali dan ia juga memerintahkan Sa’ad untuk mencaci Ali sebagaimana disebutkan oleh Muslim dan Tirmidzi”.
Muhibbudin Ath Thabari dalam Riyadh An Nadirah 3/194 telah membawakan hadis Muslim dan Tirmidzi di atas dan beliau mengawali penjelasan hadis Muslim di atas dengan kata-kata ”Muawiyah memerintahkan Sa’ad untuk mencaci Abu Turab kemudian Sa’ad berkata Selama aku masih mengingat tiga hal..(dan seterusnya) dikeluarkan oleh Muslim dan Tirmidzi.”
Muhammad Abu Zahrah dalam Tarikh Mahdzab Al Islam 1/38 telah mengkritik Imam Nawawi mengenai penjelasannya dalam Syarh Shahih Muslim, beliau telah menilai Imam Nawawi tidak jujur dalam membela Muawiyah.
Sebagai penjelasan terakhir akan ditunjukkan bukti kuat yang benar-benar membuktikan kalau Muawiyah telah mencela Imam Ali yaitu riwayat dalam Sunan Ibnu Majah berikut
Riwayat Sunan Ibnu Majah
Dalam Sunan Ibnu Majah Tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi 1/45 no 121 terdapat hadis riwayat Sa’ad berikut
حدثنا علي بن محمد . حدثنا أبو معاوية . حدثنا موسى بن مسلم عن ابن سابط وهو عبد الرحمن عن سعد بن أبي وقاص قال قدم معاوية في بعض حجاته فدخل عليه سعد فذكروا عليا . فنال منه . فغضب سعد وقال تقول هذا لرجل سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول ( من كنت مولاه فعلي مولاه ) وسمعته يقول ( أنت مني بمنزلة هارون من موسى إلا أنه لا نبي بعدي ) وسمعته يقول ( لأعطين الرأية اليوم رجلا يحب الله ورسوله ) ؟
Ali bin Muhammad menceritakan kepada kami yang berkata Abu Muawiyah menceritakan kepada kami yang berkata Musa bin Muslim menceritakan kepada kami dari Ibnu Sabith dan dia adalah Abdurrahman dari Sa’ad bin Abi Waqash yang berkata ”Ketika Muawiyah malaksanakan ibadah haji maka Saad datang menemuinya. Mereka kemudian membicarakan Ali lalu Muawiyah mencelanya. Mendengar hal ini maka Sa’ad menjadi marah dan berkata ”kamu berkata seperti ini pada seseorang dimana aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda ”barangsiapa yang Aku adalah mawlanya maka Ali adalah mawlanya”. Dan aku juga mendengar Rasulullah SAW berkata kepada Ali ”Kamu disisiKu sama seperti kedudukan Harun disisi Musa hanya saja tidak ada Nabi setelahKu”. Dan aku juga mendengar Rasulullah SAW berkata kepada Ali ”Sungguh akan Aku berikan panji hari ini pada orang yang mencintai Allah dan RasulNya”.
.
.
Hadis ini telah dinyatakan Shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah no 98. Hadis di atas adalah bukti yang paling kuat kalau Muawiyah memang telah mencela Imam Ali. Al Hafiz Muhammad bin Abdul Hadis As Sindi dalam Syarh Sunan Ibnu Majah no 118 telah menunjukkan dengan kata-kata yang jelas dalam komentarnya tentang hadis ini ”bahwa Muawiyah telah mencaci Imam Ali bahkan memerintahkan Sa’ad untuk mencaci Imam Ali sebagaimana yang disebutkan oleh Muslim dan Tirmidzi”.
Pertanyaan selanjutnya akan muncul kemudian adl, knp Muawiyah memaksa dan meminta kekhalifahan Hassan diserahkan pada mrk setelah Ali terbunuh di Kuffah? Dan knp menjelang Muawiyah meninggal justru menyerahkan pada anaknya Yazid dan bukan dikembalikan pada Husein bin Ali spt janji awal mrk saat Hassan menyerahkan tampuk kekhalifahannnya? Itulah yg namanya kekuasaan tetap saja menggoda siapapun krn bisikan Jin dan Setan ditambah mrk semua masuk islam adl kemudian yg artinya pemahaman dan keimanan belum sekuat para sahabat terdahulu yg mmg masuk dan berjuang sejak dari awal. Pertanyaan selanjutnya adl apa hubungan mrk dgn Hindun?
artikel2nya kayak tulisan Abu Salafy yg tidak salaf itu
Jadi, menurut Anda:
1. Muawiyah itu sahabat Nabi atau bukan?
2. Muawiyah itu kafir murtad atau bukan?
Berdasarkan perkataan Imam Malik itu, berarti Muawiyah Murtad.
MUAWIYAH bukan kafir,ia orang islam.jangan terkecoh yang menjelekan muawiyah. lihat sejarah yg benar menurut ahlussunnah. saat muawiyah menjabat khalifah, islam menyebar pesat keberbagai negara.
Kalau Anak hindun si muawiya LA bukan murtad, niscahya tidak Ada manusia murtad di dunia ini
setau saya semua imam mazhab tidak pernah menganggap dirinya yg paling benar, bahkan mereka menganjurkan kita untuk kembali kepada 2 panduan warisan Nabi shallallahu alaihi wassalam (Al’Quran & sunnah ).
lalu, untuk mengomentari atau bahkan berpendapat bahwa suatu hadits itu kuat atau lemah saya belum berani, karena sadar ilmu saya masih seperti butir pasir di lautan ilmu para imam – imam mazhab ataupun para ahli hadits, bahkan untuk menghafal 100an hadits saja saya memiliki kesulitan, jika dibandingkan para imam mazhab atau ahli hadits yang hafal ribuan hadist sampai hafal sanadnya. untuk itu “saya dengar dan saya patuh”
namun tanpa saya ragu untuk mengatakan bahwa derajat hadits tentang pertanyaan MALAIKAT Jibril alaihissalam kepada Rasullullah shallallahu alaihi wassalam tentang apa itu Islam? lalu dijawab Nabi shallallahu alaihi wassalam diantaranya ucapan kalimah syahadat : “Tiada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah ” adalah shahih (mutawatir).
* itu tadi dari sisi ahlu sunnah
lalu yang saya tau (dari sisi syiah) bahwa imam mereka terjaga dari kesalahan, bahkan hingga taraf mengetahui apa yang tersembunyi di langit dan di bumi. maka itu kaum syiah selalu menyematkan gelar (a.s / alaihisalam) kepada semua imamnya.
dari sisi syiah juga bahwa kalimah sahadat terdapat tambahan kalima wilayah ( wali / imamah ) tambahan itu berupa kalimat ” dan Ali sebagai wali dan imam”, * koreksi jika saya salah
dari sisi syiah juga ( yang di masa dulu disebut rafidha ) bahwa pemimpin atau Imam haruslah terdapat hubungan keluarga, jika atas dasar itu Islam dibangun, kenapa Rasullullah shallallahu alaihi wassalam memilih mengutamakan sahabat Abu Bakr “Asy Syidiq” radhiallahu anhu, lalu Umar bin Khattab radhiallahu anhu, dan usman bin affan radhiallahu anh?
lalu tentang siapa mencela siapa, itu tidak masalah bagi saya, dan tidak ada guna mempelajari sejarah tentang hal itu, yang saya pegang adalah bahwa para sahabat Nabi adalah orang2 mulia semuanya, karena semasa Nabi Ummat Islam sudah besar, gelar sahabat itu bukanlah pengakuan diri tapi pernyataan Nabi dan pengakuan Ummat Islam, tidak mungkin Ummat sebesar itu tidak ada yang mengkritik kesalahan sahabat semasa Nabi.
yang lebih berguna bagi saya adalah bukan membuat analisa sejarah tentang konflik antara mereka, tapi analisa sejarah tentang keutamaan keutamaan dan kebaikan mereka untuk kemudian disampaikan pada yang belum mengenal Islam atau mereka yang belum mengenal siapa siapa para sahabat.
bagi kami (sunni) membicarakan pertentangan atau keburukan2 mereka adalah perbuatan tercela, jika memang Imam Malik rahimahullah berpendapat seperti itu, anggaplah itu sebagai pendapat beliau pribadi, bukan untuk dipertentangkan atau jadi bahan celaan, karena kebaikan kebaikan beliau insya Allah bisa menutupi kekurangan beliau.
wassalamu’alaikum
Betul di Sunni tidak boleh membicarakan perseteruan diantara sahabat, Oleh sebab itu hasilnya kebanyakan kaum Sunni mengikuti sahabat yg berkhianat sama nabi saw.
ressay ,, atas dasar apa pemahaman antum langsung menyatakan “Berdasarkan perkataan Imam Malik itu, berarti Muawiyah Murtad” apa antum bisa menjelaskan ?
antum sudah seperti ahli ilmu, apa ada ulama terkemuka yg menyatakan muawiyah itu murtad? (bukan ulama syiah sesat). lantas apa antum sudah merasa lebih memahami dibanding mereka? apa antum sudah merasa lebih banyak memiliki ilmu dibanding para ulama itu?
Saya hanya orang biasa yang tidak mengaku lebih pintar dari siapapun.
memang klo benci kpd orang islam tanpa keluar dari islam di sebut murtad juga
Jika saya baca banyak menggunakan kata dusta, cela, murtad dan sebagainya. Sebagai orang awam apakah yg bergelut dengan ilmu semacam ini ada manfaatnya untuk keimanan dan ketakwaan kita. Dalam setiap tulisan pasti memiliki tujuan, mau kemana dan diarahkan kemana tulisan ini, apakah mempunyai manfaat
Assalamualaikum