Berulang kali aku kecewa, kalau tidak dikatakan geram, dengan tulisan Ahmad Sarwat. Bukan berarti aku tidak senang dengan keanerakaragaman pikiran dan pendapat, tetapi yang aku tidak sukai adalah ketika terbukanya kesempatan untuk berpendapat itu disalah gunakan untuk menebar fitnah.

Aku jadi teringat dengan perkataan, “kebohongan yang disebarkan terus menerus, bisa jadi suatu saat akan menjadi kebenaran.”

Merasa khawatir akan terwujudnya perkataan itu, aku coba menanggapi komentar dari Ahmad Sarwat. Biarlah aku dikatakan sebagai orang reaksioner, yang penting aku sebisa mungkin tidak menebar fitnah seperti yang dilakukan oleh Ahmad Sarwat.

Reaksioner tidak selamanya bermakna konotatif. Orang yang disengat lebah lalu memberikan reaksi, itu suatu hal yang wajar. Tetapi jika orang itu malah diam saja ketika dirinya disengat lebah, itulah orang yang gak normal.

Jadi untuk menunjukkan diriku ini normal, maka izinkanlah aku yang masih mahasiswa ini menanggapi pernyataan dari Ahmad Sarwat, ulama lulusan timur tengah itu. Semoga yang aku sampaikan dibawah ini tidak berupa kalimat-kalimat yang mengarah pada sikap argumentum ad hominem.

Sebenarnya cukup banyak kesesatan akidah syiah yang harus disampaikan, namun di sini kami hanya menampilkan ringkasannya saja. Antara lain:

Mengapa sih diantara kita banyak yang shalat tetapi tidak meresapi makna dari surat al-Fatihah yang tiap kali shalat kita baca?

Dalam surat Al-Fatihah ayat 6-7 kita itu selalu berdoa kepada Allah untuk ditunjukkan jalan yang lurus, bukan jalan yang sesat.

Mengapa masih saja ada orang yang merasa dirinya berada pada kebenaran dan menganggap orang lain yang berbeda pandangan sebagai orang sesat bahkan kafir.

Dalam surat Al-Fatihah itu kita mengakui ketidakberdayaan kita untuk mengetahui jalan kebenaran secara pasti, makanya kita selalu memohon kepada Allah untuk ditunjukkan jalan kebenaran, jalan yang lurus.

1. Mengkafirkan dan Mencaci Maki Para Shahabat Nabi

Akidah paling dasar buat kalangan syiah yang tidak ditutup-tutupi adalah semangat mereka untuk mengkafikan para shahabat nabi. Mereka meyakini bahwa para Sahabat sepeninggal Nabi saw, telah murtad, kecuali beberapa orang saja, seperti: Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifary dan Salman Al-Farisy.

Lihat kitab Ar Raudhah minal Kafi juz VIII hal.245, Al-Ushul minal Kafi juz II hal 244.

Mengapa kita tidak coba membaca riwayat berikut:

Imam Al-Bukhari di dalam Shahihnya, Kitab al-Riqaq, bab al-Haudh halaman 379-386 menyatakan bahwa mayoritas para sahabat Rasulullah saw telah murtad sepeninggal wafatnya Rasulullah. Hanya segelintir dari mereka yang selamat.

Rasulullah bersabda, “Aku mendahului kalian di Haudh dan sebagian dari kalian akan dibawah kehadapanku, kemudian mereka dipisahkan jauh dariku. Aku (akan) bersabda: Wahai Tuhanku! Mereka itu adalah sahabatku (ashabi). lalu dijawab: sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh mereka setelah engkau meninggalkan mereka (inna-ka la tadri ma ahdathuu ba’da-ka).

Pada riwayat yang lain Rasulullah juga bersabda: “Wahai Tuhanku! Mereka itu adalah para sahabatku, lalu dia berfirman: Sesungguhnya Engkau tidak mengetahuai apa yang telah mereka lakukan sepeninggalmu. Sesungguhnya mereka telah menjadi murtad ke belakang (inna-hum irtadduu ‘ala a’qabi-him al-Qahqariy)”.

Riwayat-riwayat diatas, dikutip dari The Translation of the Meanings of sahih Al-Bukhari Arabic-English Vol. VIII oleh Dr. Muhammad Muhsin Khan, Islami University, Medina Al-Munawwara.

Selain mengkafirkan, mereka juga tidak pernah berhenti dari mencaci maki para shahabat. Bahkan mereka menjadikan tata cara caci maki sebagai bagian dari ibadah dan bentuk keimanan.

Sepanjang yang aku ketahui, syi’ah tidak pernah mencaci maki para sahabat lebih-lebih jika caci-maki tersebut dianggap sebagai bagian dari ibadah dan bentuk keimanan. Sungguh syi’ah jauh dari anggapan seperti itu.

Padahal akidah yang benar telah melarang kita mencaci maki shahabat. Jangankan shahabat, orang biasa yang punya banyak kesalahan dan dosa sekalipun, bukan berarti boleh dicaci maki. Setidaknya, Rasulullah SAW tidak pernah mengajarkan kita untuk menjadi orang yang kerjaannya tukang mencaci maki.

Syi’ah tidak mencaci sahabat, syi’ah hanya mengkritik sikap sebagian orang yang sering dianggap sebagai sahabat Nabi. Islam tidak memperkenankan mencaci.

Sedangkan shahabat nabi, bukan sembarang manusia. Kedududukan shahabat nabi sangat tinggi dan mulia. Lebih dari itu, para shahabat nabi ini adalah bagian dari mata rantai rujukan dalam beragama Islam.

Kita tidak mengenal Rasulullah SAW dan semua tata cara ibadah yang beliau ajarkan, kecuali lewat perantaraan para shahabat nabi. Karena semua hadits bahkan ayat Al-Quran yang kita miliki, semua pasti lewat jalur para shahabat itu.

Sahabat Nabi adalah manusia biasa yang tidak terlepas dari kesalahan dan dosa. Jika ada penyimpangan yang mereka lakukan, katakanlah dan kritisi. Bukankah jika kita membaca kitab-kitab hadits Ahlulsunnah banyak sekali penyimpangan-penyimpangan yang telah dilakukan oleh orang-orang yang sering kali dianggap sebagai sahabat Nabi? Ambillah contoh ketika Umar bin Khattab mengatakan, “Nabi sedang sakit keras. Ditengah-tengah kita ada Kitab Allah, Cukuplah itu menjadi pedoman.” Umar berkata seperti itu ketika Rasulullah meminta dibawakan kertas dan tinta untuk menuliskan wasiatnya agar umat Islam tidak tersesat.

Sikap umar ini telah bertentangan dengan surat AN-Nisa ayat 59. Kita diperintahkan untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Jadi kalau Nabi sudah memerintahkan sesuatu, ya taati, bukannya malah dibantah.

Mengapa kita tidak juga merenungkan riwayat memalukan mengenai ditinggalnya Nabi oleh para sahabatnya ketika sedang khutbat jum’at?

Saat sedang berlangsung ibadah Jum’at di Madinah dan Rasulullah saaw sebagai khatibnya, tiba-tiba serombongan kafilah dagang Syam memasuki kota itu. Tak pelak, para sahabat pun bubar dan segera menghambur ke arah para pedagang itu, demi memburu barang dagangan mereka. Sementara, Rasulullah saaw diabaikan begitu saja di mimbar Jum’at. Sedangkan yang masih tetap di tempat, bervariasi dalam riwayat: ada yang mengatakan dua belas lelaki, ada yang mengatakan dua belas lelaki dan satu wanita, ada yang mengatakan delapan orang (tujuh lelaki dan satu wanita), dan sebagainya. Dan riwayat-riwayat tersebut menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib termasuk di antara mereka yang tetap di tempat. [Lihat: Tafsir Ibn Katsir, Thabari, Qurthubi, Tsa’labi, Mujahid, dan lain-lain]

Akibatnya, Rasulullah saaw murka dan bersabda, “Demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya kalian juga ikut keluar, sehingga tidak seorang pun yang tinggal, niscaya lembah ini akan mengalirkan api kepada kalian.” Riwayat lain menyatakan bahwa Rasulullah saaw bersabda, “Sungguh Allah menyaksikan masjidku pada Jum’at itu. Kalau bukan karena mereka berdelapan tetap duduk di masjid, maka sungguh kota ini dan penghuninya akan dilalap api, mereka juga akan dihujani batu seperti kaum Luth.”

Al-Qur’an juga mengecam tindakan mereka itu, melalui ayat: Dan ketika mereka melihat barang-barang dagangan atau permainan tiba, maka mereka pun segera bubar menuju kepadanya dan meninggalkanmu yang sedang berdiri (berkhotbah) . Katakanlah, “Sesungguhnya pahala di sisi Allah itu lebih baik ketimbang permainan dan barang-barang dagangan itu.” Dan Allah sebaik-baik pemberi rezeki. (QS. Al-Jumu’ah: 11)

Kalau ada paham yang sampai mengajarkan caci maki kepada shahabat, jelas sekali paham ini sangat ini merobohkan pondasi dasar serta sendi-sendi utama agama Islam. Lepas apakah paham itu mengaku syiah atau bukan syiah, pokoknya kalau sampai mencaci maki shahabat nabi, akidah mereka bubar.

Kalau shahabat nabi dinista dengan kata-kata kasar seperti itu, lalu agama Islam yang mana lagi yang kita jadikan rujukan? Apakah kita akan mengarang sendiri agama ini? Ataukah kita akan seperti yahudi dan nasrani yang kehilangan akar originalitas agama?

Rasulullah SAW bersabda:

Janganlah kamu mencaci maki sahabat-sahabatku, demi ALLAH yang jiwaku yang ada di Tangan-NYA, kalau salah seorang kamu menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, niscaya tidak akan dapat mencapai derajat mereka satu mud dan juga tidak setengah mud.” (HR Bukhari Muslim)

Ibnu Taimiyyah pernah mengatakan, “Orang yang menuduh para sahabat telah murtad sesudah Rasulullah SAW wafat kecuali beberapa orang yang sangat sedikit sekali tidak lebih dari belasan orang saja, atau menuduh para sahabat mereka semuanya telah fasiq, maka hal ini tidak diragukan lagi tentang kufurnya orang yang berkata seperti itu.”

Jika benar Nabi mengatakan, “janganlah kamu mencaci maki sahabat-sahabatku..”, maka generasi yang pertama kali melanggar perintah Nabi itu adalah generasi sahabat Nabi itu sendiri yang katanya sih generasi terbaik.

Baca lagi sejarah Islam dengan hati lapang dada, maka akan kita dapati diantara para sahabat sendiri bukan hanya caci maki yang terjadi, tetapi bahkan sampai bunuh membunuh.

2. Keyakinan Kemakshuman Para Imam

Bentuk kesesatan akidah yang kedua namun tidak kalah parahnya adalah keyakinan bahwa para imam mereka terjaga dari salah dan dosa alias ma’shum.

Di dalam kitab Mizanul Hikmah 1/174, Muhammad Ar Rayyi Asy Syahri menyebutkan bahwa salah satu syarat imamah dan kekhususan imam yaitu, “Telah diketahui bahwa dia adalah seorang yang ma’shum dari seluruh dosa, baik dosa kecil maupun besar, tidak tergelincir di dalam berfatwa, tidak salah dalam menjawab, tidak lalai dan lupa serta tidak lengah dengan satu perkara dunia pun.”

Padahal di dunia ini selain para nabi dan rasul, kita meyakini tidak ada orang yang ma’shum. Kecuali mungkin pak Haji Maksum, makelar tanah yang ke mana-mana bawa map berisi poto kopi surat tanah orang. Sebab namanya memang Ma’shum. Sudah dari sono nya memang sudah Maksum.

Saya hanya perlu menyampaikan satu saja argumentasi bahwa selain Nabi, ada orang-orang yang ma’shum. Mereka telah dibersihkan oleh Allah dari segala nista.

“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Q.S Al-Ahzab ayat 33)

Untuk mengetahui bagaimana tafsir dari ayat tersebut, silakan baca Tafsir “Al-Amtsal” (oleh Ayatullah Nasir Makarim Syirazi), Tafsir “Al-Mizan” (oleh ‘Allamah Thabathaba’i), dan kitab “Ayat al-Tath-hir” (oleh Ayatullah Ali al-Husaini al-Milani), dan lain-lain.

By the way, Any way, Bus way, ustadz, salam untuk Haji Makshum yah.

Sebuah bentuk tahayyul yang jahil murakkab (bodoh pangkat dua) yang pernah diperkenalkan kepada khalayak manusia. Sayangnya, umat Islam yang dulunya hobi bergelimang dengan noda syirik, biasanya mudah tergiur dengan konsep kemakshuman imam-imam ini. Lepas apakah mereka mengaku syiah atau tidak mengaku. Yang pasti, ajaran yang meyakini adanya manusia yang makshum adalah ajaran yang sesat dan keluar dari akidah Islam.

Lho gimana toh? Tadinya katanya menurut Anda yang ma’shum itu para Nabi dan Rasul tapi kok sekarang Anda mengatakan bahwa ajaran yang meyakini adanya manusia yang ma’shum adalah ajaran yang sesat dan keluar dari akidah Islam. ustadz…ustadz…, kontradiksi itu namanya. emangnya para Nabi dan Rasul itu bukan manusia yach? terus apa donk ustadz?

3. Pembalasan si Pitung

Syi’ah percaya kepada Ar-Raj’ah yaitu kembalinya roh-roh ke jasadnya masing-masing di dunia ini sebelum Qiamat dikala imam Ghaib mereka keluar dari persembunyiannya dan menghidupkan Ali dan anak-anaknya untuk balas dendam kepada lawan-lawannya.

Meski lagi-lagi kalangan syi’ah sering protes dan mengaku bahwa mereka dituduh yang tidak-tidak, namun kitab rujukan yang mereka pakai jelas-jelas menuliskan masalah ini.

Kaum Syi’ah Rafidhah meyakini bahwa kedua belas imam mereka yang telah meninggal dunia akan muncul kembali ke muka bumi untuk menegakkan hukuman (had) kepada para penentang mereka. Mereka menegakkan hukuman yang memang belum sempat diterapkan sebelumnya. Sehingga dunia pada saat itu penuh dengan keadilan setelah sebelumnya dipenuhi dengan kezhaliman sampai tegaknya hari kiamat.

Lihat kitab Syi’ah wat Tashhih halaman 141-142 dan juga kitab Aqa’idul Imamiyah halaman 67-68.

Ini menngingatkan kita tentang tokoh si Pitung. Dulu kita mengenal tokoh si Pitung jago betawi. Setelah dikalahkan oleh Belanda, tiba-tiba si Pitung kembali lagi dan menuntut balas.

Rupanya cerita silat ala betawi ini juga masuk sebagai bentuk penyelewengan sejarah ke dalam keyakinan kalangan syiah. Para tokoh shahabat nabi yang mulia seperti Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan, A-Husein, Fatimah dan lainnya ridhwanullahi ‘alaihim, tiba-tiba berubah dalam versi syiah menjadi layaknya pendekar silat yang punya dendam kesumat tujuh turunan.

Dalam tradisi akidah syiah yang sesat ada keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam yang telah wafat akan hidup kembali sebelum hari Kiamat untuk membalas dendam kepada lawan-lawannya, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dan lainnya.

Sebuah hayalan yang cukup berhasil untuk membius orang awam yang kurang paham sejarah. Tapi namanya juga cerita silat, pasti memang seru. Semua penuh dengan siasat, tipu muslihat, intrik, nafsu kekuasaan, balas dendam, gelimang darah dan semangat berbunuhan. Buku cerita silat model Asmaraman Kho Ping Ho bisa kalah saingan dengan cerita-cerita balas dendam versi syiah.

Konyolnya, cerita silat model begituan justru selalu diajarkan dalam majelis pertemuan mereka. Dan apesnya, ada juga yang mau-maunya percaya dengan cerita bohong murahan seperti itu.

Daripada saya berpanjang-panjang berargumen mengenai raj’ah, lebih baik para pembaca baca ini aja deh:

http://www.imamalmahdi.com/html/ind/html/raja/raj’ah.htm

4. Rukun Iman Yang Berbeda

Studi literatur menghasilkan temuan bahwa ajaran syiah hanya memiliki 5 rukun iman, tanpa menyebut keimanan kepada para Malaikat, Rasul dan Qadha dan Qadar- yaitu: 1. Tauhid (keesaan Allah), 2. Al-‘Adl (keadilan Allah) 3. Nubuwwah (kenabian), 4. Imamah (kepemimpinan Imam), 5.Ma’ad (hari kebangkitan dan pembalasan).

Ini bisa kita lihat pada kitab ‘Aqa’idul Imamiyah yang ditulis oleh Muhammad Ridha Mudhoffar.

Satu pertanyaan yang bisa Anda jawab ustadz.

“Apakah Anda tidak mengimani keesaan Allah, keadilan Allah, kenabian, dan hari kebangkitan dan pembalasan? kalau kepemimpinan sih saya yakin Anda mengimaninya, lha wong Anda mengimani kepemimpinan Abu Bakar, Umar dan Utsman kok. Bahkan Anda menganggap orang yang tidak meyakini kepemimpinan ketiga orang itu sebagai orang sesat. xixixixixi…aneh…:D

5. Mushaf Versi Syiah

Meski kalangan syiah di negeri ini kerap menyangkal dan pura-pura menganggap sebagai tuduhan, nyatanya memang ada mushaf versi Syiah.

Mereka mengatakan bahwa Al-Quran yang ada di tangan kaum muslimin dari zaman shahabat sampai hari ini tidak asli lagi. Kecuali Al-Qur’an milik mereka yang tiga kali lebih besar dari Kitabullah, yang mereka namakan mushaf Fatimah.

Kalangan syiah yang lain mengakui bahwa mushaf Fatimah adalah hasil catatan wawancara Fatimah dengan Malaikat Jibril sepeninggal Rasulullah SAW. Ini pun sangat sesat. Karena sepeninggal Rasulullah SAW, wahyu dari langit sudah terputus. Tidak ada lagi wahyu.

Ini fitnah yang dari dulu sampai sekarang dihembuskan oleh orang-orang yang sudah termakan provokasi Amerika, Zionis, dan antek-anteknya yang hina itu. Kendati telah dibantah oleh ulama-ulama Syi’ah, tetapi masih saja isu itu berhembus. Nampaknya usaha untuk merubah kebohongan menjadi sebuah kebenaran itu tampak sekali disini.

Seperti biasa, aku hanya bisa merekomendasikan bahan-bahan yang bisa Anda baca:

http://jakfari.wordpress.com/2008/03/19/menjawab-sidogiri-1/

http://jakfari.wordpress.com/2008/03/24/menjawab-sidogiri-2/

http://jakfari.wordpress.com/2008/03/26/menjawab-sidogiri-3/

http://jakfari.wordpress.com/2008/04/02/menjawab-sidogiri-4/

http://jakfari.wordpress.com/2008/04/05/apakah-bukhari-yakin-tahrif/

http://jakfari.wordpress.com/2008/04/12/menjawab-sidogiri-6/

http://jakfari.wordpress.com/2008/04/12/menjawab-buku-sdogiri-7/

http://jakfari.wordpress.com/2008/04/16/menjawab-sidogiri-8/

6. Tuduhan bahwa Para Khulafa Rasyidin Perampok

Dalam kitab Al-Amaali halaman 586 karya Abu Ja’far bin Babuyah Al-Qummi, diselewengkan bahwa Nabi SAW pernah bersabda:

“Allah melaknat orang-orang yang menyelisihi Ali… Ali adalah seorang imam… dia adalah khalifah setelahku… Barangsiapa mendahului (kekhalifahan) Ali maka dia telah mendahului (kenabian)ku dan barangsiapa yang berpisah darinya maka dia telah berpisah dariku.”

Atas dasar ini mereka mengklaim Abu Bakar, Umar, dan Utsman sebagai perampok dan perampas kekuasaan. Sehingga mereka cerca bahkan mereka kafirkan.

Padahal Ali bin Abi Thalib sendiri pernah berkhutbah di Kufah dengan mengatakan:

Wahai sekalian manusia, sesungguhnya sebaik-baik umat setelah Rasul-Nya adalah Abu Bakr kemudian Umar, dan bila mau aku akan sebutkan yang ketiganya. Lalu beliau turun dari mimbar, seraya mengatakan, “Kemudian Utsman, kemudian Utsman.”

Keterangan lebih rinci silahkan lihat kitab Al-Bidayah wan Nihayah jilid 8 halaman 13.

Coba yuk kita baca ini:

http://secondprince.wordpress.com/2008/07/28/rasulullah-saw-tidak-mau-bersaksi-untuk-abu-bakar-ra/#more-261

Lalu mengapa kita tidak juga membaca kitab Nahjul balaghah yang berisi khutbah-khutbah Imam Ali bin Abi Thalib as?

“Demi Allah, putra Abu Quhafah (Abubakar) membusanai dirinya dengan (kekhalifahan) itu, padahal ia pasti tahu bahwa kedudukan saya sehubungan dengan itu adalah sama dengan kedudukan poros pada kincir. Air bah mengalir menjauh dari saya dan burung tak dapat terbang sampai kepada saya. Saya memasang tabir terhadap kekhalifahan dan melepaskan diri darinya. Kemudian saya mulai berpikir, apakah saya harus menyerang ataukah menanggung dengan tenang kegelapan membutakan dan azab, dimana orang dewasa menjadi lemah dan orang muda menjadi tua, dan orang mukmin yang sesungguhnya hidup di bawah tekanan sampai ia menemui Allah. Saya dapati bahwa kesabaran atasnya lebih bijaksana. Maka saya mengambil kesabaran, walaupun ia menusuk di mata dan mencekik kerongkongan. Saya melihat PERAMPOKAN warisan saya sampai ORANG PERTAMA menemui ajalnya, tetapi mengalihkan kekhalifahan kepada Ibn Khattab sesudah dirinya.

Aneh bahwa selagi hidup ia ingin melepaskan diri dari kekhalifahan, tetapi ia mengukuhkannya untuk yang lainnya setelah matinya. Tiada ragu bahwa KEDUA ORANG INI sama bersaham pada puting-puting susunya semata-mata di antara mereka saja. Yang satu ini menempatkan kekhalifahan dalam suatu lingkungan sempit yang alot dimana ucapannya sombong dan sentuhannya kasar. Kesalahannya banyak, dan banyak pula dalihnya kemudian. Orang yang berhubungan dengannya adalah seperti penunggang unta binal. Akibatnya demi Allah manusia terjerumus ke dalam kesemberonoan, kejahatan, kegoyahan dan penyelewengan. Namun demikian saya tetap sabar walaupun panjangnya masa dan tegarnya cobaan, sampai ketika ia pergi pada jalannya (mati), ia menempatkan urusan kekhalifahan pada suatu kelompok dan menganggap saya salah satu dari mereka. Tetapi Ya Allah, apa hubungan saya dengan musyawarah ini.

Sehingga ORANG KETIGA dari orang-orang ini berdiri dengan dada membusung antara kotoran dan makanannya. Bersamanya sepupunya bangkit menelan harta Allah seperti seekor unta menelan rumput musim semi, sampai talinya putus, tindakan-tindakannya mengakhiri dirinya dan keserakahannya membawanya jatuh tertelungkup.

Pada waktu itu tak ada yang mengagetkan saya selain kerumunan orang yang maju kepada saya seperti bulu tengkuk rubah, sehingga Hasan dan Husein terinjak dan kedua ujung baju bahu saya robek. Mereka berkumpul di sekitar saya seperti kawanan kambing. Ketika saya mengambil kendali pemerintahan, suatu kelompok memisahkan diri dan satu kelompok lain mendurhaka, sedang sisanya mulai menyeleweng seakan-akan mereka tidak mendengar kalimat Allah yang mengatakan : ‘Negeri Akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa’ [Q.S. 28:83].

Ya, demi Allah, mereka telah mendengarnya dan memahaminya, tetapi dunia nampak berkilau di mata mereka dan hiasannya menggoda mereka. Lihatlah, demi Dia yang memilah gabah dan mencipta makhluk hidup, apabila orang-orang tidak datang kepada saya dan para pendukung tidak mengajukan hujjah, dan apabila tidak ada perjanjian Allah dengan ulama bahwa mereka tak boleh berdiam diri dalam keserakahan si penindas dan laparnya orang tertindas, maka saya akan sudah melemparkan kekhalifahan dari bahu saya, dan memberikan orang yang terakhir perlakuan yang sama seperti orang yang pertama. Maka anda akan melihat bahwa dalam pandangan saya dunia anda ini tidak lebih baik dari bersin seekor kambing”.

Nahjul Balaghah, khutbah “Syiqsyiqiyyah” (khutbah no. 3).

7. Menuduh Kenabian dan Risalah Muhammad SAW Belum Sempurna

Meski kalangan syiah sering kali menampik dan menyatkaan keberatan atas hal ini, namun bukti tegas tidak bisa dipungkiri bahwa mereka meyakini bahwa syariat yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW masih belum sempurna. Dan bahwa imam mereka itulah yang dapat wahyu dari Allah untuk menyempurnakan syariah.

Keyakinan aneh itu bisa kita baca dalam kitab Ushulul Kafi jilid 1 halaman 192, yang ditulis oleh tokoh syi’ah paling fenomenal, Al-Kulaini. Di sana dia menyebutkan bahwa setelah meninggalnya Nabi SAW sebenarnya pensyariatan hukum itu belum sempurna. La ilaaha illallah.

Heran sekali bagaimana ada kalangan mengaku muslim dan tidak mau dikatakan salah, padahal tegas-tegas mereka mengatakan bahwa risalah nabi Muhammad SAW belum sempurna.

Bahkan, masih menurut syiah, ada sejumlah syariat diwasiatkan Rasul kepada Ali. Kemudian Ali menyampaikan sebagiannya sesuai dengan masanya. Sampai akhirnya beliau wasiatkan kepada imam selanjutnya. Demikian seterusnya sampai imam yang masih bersembunyi (Imam Mahdi).

Padahal Allah telah sempurnakan syari’at ini sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, sebagaimana firman-Nya:

“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu sebagai agamamu.” (QS. Al-Maidah: 3)

Syi’ah meyakini bahwa agama Islam ini telah sempurna. Bahkan disempurnakannya agama Islam setelah dilantiknya Ali bin Abi Thalib sebagai pengganti Rasulullah, sebagai Imam kaum muslimin di Ghadir Khum.

Rasulullah bersabda, “Allah adalah maulaku dan Aku adalah maula kaum mukminin. Siapa yang menganggap aku sebagai maulanya, maka Ali adalah maulanya juga.”

Mungkin cukup panjang tanggapanku untuk Ahmad Sarwat. Semoga apa yang aku sampaikan bisa dijadikan bahan ajaran bagi kita semua.

Kita ini adalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan dosa.

Saya ingin menyampaikan kepada Anda semua, suatu hal yang mengandung kontradiksi, harus kita tolak. Beberapa kali eramuslim menampilkan suatu hal yang kontradiktif. Ya mungkin itu karena kecerobohan dari pihak eramuslim sendiri. Maklumlah…