[ penulis: Dr. Hasballah M Saad ]
ADAKAH pemeluk Syiah di Aceh? Ini perlu dipertanyakan ketika banyak sekali simbol symbol “syiah” ditemukan, dan sangat menonjol di kehidupan sehari hari masyarakat Aceh..
Sejarah mula kedatangan Islam ke Aceh, pemimpinnya dikenal bernama Shir, seperti Shir Poli, Shir Nuwi, Shir Duli. Dalam hikayat hikayat Aceh lama, kata gelar Shir sering pula disebut Syahir. Misal, Shir Nuwi dibaca Syahir Nuwi, Shir Poli dibaca Syahir Poli dst. Kata Syahir ini lebih kurang setara dengan kata Ampon Tuwanku dalam tradisi melayu di Malaysia.
Asal kata shir, datangnya dari keluarga bangsawan di kawasan Persia, dan sekitanya. Maka putri Raja Persia yang setelah negerinya ditaklukkan Umar Ibnul-Khatab, ditawan dan dibawa ke Madinah, mulanya bernama Shir Banu. Setelah dibebaskan oleh Ali bin Abi Thaleb, Shir Banu menikah dengan putra Ali bernama Husen. Sementara dua saudara Shir Banu lainnya menjadi menantu Abubakar dan menantu Umar Ibnul Khattab. Belakangan nama menantu Ali itu berubah menjadi Syahira Banu, dan dalam lafal di Hikayat Hasan Husen, nama itu dipanggil Syari Banon, yang menjadi isteri Sayyidina Husen bin Ali. Husen syahid dibunuh Yazid bin Muawiyah di Karbala pada 10 Muharam. Shir Banu atau Syari Banon menjanda sambil membesarkan anaknya Ali Zainal Abidin, yang sering dipanggil Imam as-Sajad, karena selalu suka bersujud (shalat).
Dalam hikayat Hasan Husen, nama Syari Banon disebut berulang ulang karena beliau ini mendampingi suami dengan sangat setianya, hingga ke kemah terakhir di Karbala, mengantar Husen menuju kesyahidan. Banon bersama putra kesayangannya Ali Zainal Abidin yang masih sangat belia, menyaksikan sendiri tragedy yang jadi sejarah hitam umat Islam, karena darah titisan Rasul saw tumpah di bumi Kufah oleh tangan orang yang mengatasnamakan dirinya khalifah kaum muslimin. Peristiwa Karbala ini, di Aceh diperingati dengan khanduri A‘syura secara turun temurun. Adakalanya diiringi dengan membaca hikayat Hasan Husen, dan para wanita Aceh mempersiapkan penganan sebagai khanduri keu pangulee. Acapkali pula, para pendengar hikayat ini mencucurkan airmata tatkala ceritera sampai kepada pembantaian anak cucu Rasulullah saw itu.
Rafli, penyanyi Aceh kontemporer mendendangkan peristiwa itu dengan lirik:
//”Lheuh syahid Hasan ji prang lom Husen/ Ji neuk poh bandum cuco Sayyidina/ Dum na pasukan bandum di yue tron/ Lengkap ban ban dum alat senjata”// ( Dah syahid Hasan, Husen pun digempur/ Nak dihabisi cucu Sayyidina (Rasulullah)/ Seluruh pasukan disuruh turun/ Lengkap semua dengan senjata.)
Semangat mencintai ahlul bait, keluarga Rasulullah saw itu muncul pula di Aceh dalam bentuk tari tarian. Di antaranya yang terkenal adalah Saman Aceh. Ragam gerak, lirik lagu dan ratoh dipenuhi symbol symbol Karbala . “Tumbok Tumbok Droe”(memukul mukul dada sendiri) dilakukan oleh para pemain Saman Aceh (juga dalam seudati) sebagai symbol penyesalan Karbala . Seluruh gerak tari Saman itu diilhami oleh kepedihan, penyesalan, dan ratap tangis atas syahidnya Sayyidina Husen, yang terperangkap oleh tipu daya penduduk Kufah yang mendukung Yazid bin Muawiyah.
Di Iran, dan beberapa kawasan sekitar benua Persia itu, amat lazim dijumpai perempuan dan laki laki memukul mukul dada hingga ada yang berdarah untuk mengenang peristiwa Karbala di hari Asyura, setiap tahunnya. Dalam naskah hikayat Muhammad Nafiah, yang mengisahkan peran adik laki laki Hasen bin Ali dari lain ibu, yasng menuntut bela atas syahidnya Husen di Karbala, jelas sekali dilukiskan bagaimana pengikut Yazid “dikafirkan” oleh sang penulis hikayat itu. Tatkala Muhammad Nafiah ingin mengeksekusi mati seorang lagi perempuan hamil yang masih hidup, sementara yang lain sudah dibunuh semua, maka turunlah suara dari manyang (langit)
//”Sep ka wahe Muhammad Nafiah, bek le tapoh kaphe ulu/ Bah tinggai keu bijeh, agar uroe dudoe mangat na asoe neuraka”// ( “Cukup sudah wahai Muhammad Nafiah, jangan lagi dibunuh kafir hamil itu/ agar dia beranak pinak lagi untuk isi nereka kelak”)
Karensa Muhammad Nafiah ingin mengabaikan perintah penghentian pembantaian itu, maka tiba tiba dia dan kudanya diperangkap oleh kekuatan sghaib. Lalu terkurunglah dia bersama kudanya dalam sebuahgua batu. //Muhammad Nafiah lam guha bate/ Sinan meu teuentee dua ngen guda// (Muhammad Nafiah dalam gua batu/ Terkurung disitu bersama kudanya).
Dalam bagian lain, dikisahkan bahwa pada suatu hari, ketika Muhammad Nafiah masih kecil, Ali bin Abi Thaleb membawa pulang ke Madinah anak laki lakinya itu dan duduk duduk bercengkerama bersama Rasul dan dua kakaknya lain ibu, Hasan dan Husen. Rasulullah saw mendudukkan Hasan dan Husen di pangkuan sebelah kiri, sementaara Muhammad Nafiah duduk di atas paha kanan Rasulullah. Tatkala Fatimah, ibunnya Hasan dan Husen melintas, dia bermasam muka karena melihat justru putra Ali yang bukan berasal dari rahim Fatimah mendapat tempat di sebelah kanan Rasulullah, sementara putra putranya, Hasan dan Husen duduk di paha kiri Rasul.
Rasul memandang wajah masam Fatimah az-Zahra, putri kesayangannya itu. Lalu Rasul memanggil Fatimah, dan bersabda:
“Wahai anakku, janganlah bermasam muka. Yang ini, sambil menunjuk Hasan dan Husen, akan menemui ajal kelak ketika kita sudah tiada, karena dibunuh orang. Yang inilah, sambil menunjuk Muhammad Nafiah, yang akan menuntut bela atas kematian kedua mereka ini, maksudnya Hasan dan Husen. Jibrail telah menyampaikann hal itu kepeda ku wahai Fatimah”
Mendengar ucapan Rasul waktu itu, barulah wajah Fatimah kembali berseri seperti sediakala. Ada pesan Jibrail kepada Rasulullah atas peristiwa yang bakal terjadi atas anak cucunya setelah Rasul dan Fatimah tiada kelak. Begitu mulianya kedudukan Muhammad Nafiah, putra Ali dari isteri lain, (mungkin hasil perkawinan mut‘ah dalam peperangan yang lama).
Hikayat itu telah menjadi bacaan sehari hari kaum muslimin di Aceh. Dalam benak orang Aceh, kafir perempuan yang hamil tua itu, meskipun dia adalah pemeluk agama Islam, namun dipandang sebagai kafir karena dia pengikut Yazid bin Muawiyah. Dam inilah cikal bakal kafir sekarang ini yang akan menjadi pengisi neraka kelak. Wallahu ’aklamu bis-shawab!
Jika dibandingkan dengan ceritera tentang kehebatan Amerika dalam film-film perang mereka dengan Vietnam umpamanya, muncul kesan publik bahwa Amerik-lah yang paling jagoan, meskipun semua orang tahu pada akhirnya dia harus angkat kaki dari negara bekas jajahan Perancis itu, meskipun orang Vietnam melawan dengan bambu runcing. Tak ada catatan sejarah yang akurat tentang Muhammad Nafiah yang menghabiskan seluruh pasukan Yazid di Kufah, namun hikayat itu justru mengisahkan yang tinggal hanya seorang “kaphe ulu” (maaf: hamil) yang anak turunannya menjadi cikal bakal penghuni neraka kelak.
Saya bisa memahami bagaimana kepedihan kaum muslimin katika Husen syahid, dan perasaan itu dihibur dengan pembelaan yang gemilang oleh cerita kemenangan Muhammad Nafiah bin Sayyidina Ali, setelah Husen dan pengikutnya syahid di Karbala. Ini juga menjadi bukti terhadap apa yang diriwayatkan, tentanag ceritera Fatimah bermasam muka, karena Hasan Husen diletakkah di atas paha kiri Rasulullah, ketika mereka masih kecil dulu dan Muhammad Nafiah justru dipaha kanan Rasul.
Dalam tradisi Aceh, hikayat berbentuk hiburan yang selalu mengandung pesan, nasihat, sumber pengetahuan, sejarah serta agama. Hikayat Hasan Husen, Nubuwat Nabi, Fatimah Wafat, Muhammad Nafiah dll. merupakann bacaan rakyat yang utama disamping hikayat hikayat lain seperti Putroe Gumbak Meuh, Peurakoison, Nun Farisi, Indra Budiman, Indra Bangsawan, Baya Siribee, dll. Kala itu memang belum ada novel Lasjkar Pelangi, atau Sang Pemimpi, atau Ayat Ayat Cinta dsb. Sinetron pun belum dikenal oleh masyarakat Aceh lama. Maka ceritera dalam hikayat lah yang menjadi referensi perilaku, sumber nasehat, dan pengetahunan sejarah bagi masyarakat luas.
Di kawasan pantai barat Aceh, termasuk utamanya Aceh Selatan, berkembang kesenian tradisional “Pho” Tari pho dimainkan oleh sejumlah anak anak gadis remaja, dengan mendendangkan syair penuh nuansa sendu, seumpama orang meratapi kematian. Dalam format khusus, gadis remaja menyusun format berkeliling melingkar, dan meratapi sesuatu, bagaikan meratapi kematian. Ingatlah bagaimana masyarakat Aceh memperingati “Asyura” dengan nyanyian dan hikayat Hasan Husen, semua dilantunkan dalam irama pilu penuh duka lara.
Di komunitas lain di Pidie, agak menarik disimak rentetan nama nama anggota keluarga Sayed (Habib). Sebut saja berawal dari Nama Sayed Idris alias Teungku Syik di Keude, memiliki tiga anak laki laki dan dua anak perempuan. Yang laki laki bernama Sayed Hasyem, Sayed Husen, Sayed Abidin (Zainal Abidin), Sementara anak perempuannya bernama Cutwan Dhien dan Cutwan Samalanga (nama aslinya tidak lagi dikelnal lagi) Sayed Husen berputrakan Sayed Abubakar, Sayed Puteh, dan Sayed Bunthok, sementara yang perempuan bernama Cutwan Syarifah, Cutwan Manyak dan Cutwan Fatimah.
Sayed Zainal Abidin mempunyai seorang putri tunggal bernama Ummi Kalsum (Cutwan Kasum) Dari perkawinannya dengan saudara sepupu, Sayed Abubakar, Cutwan Kasum memiliki saeorang putri tunggal diberi nama Cutwan Fatimah, yang menikah dengan Sayed Ali bin Sayed Abdullah Bambi. Sayed Abdullah Bambi menikah dengan Cutwan Khadijah binti Habib Husen Az-Zahir. Sementara kakak Cutwan Khadijah bernama Habib Hasan dan Habib Ahmad Sabil. Khadijah sendiri berputrakan selain Sayed Ali adalah Sayed Muihammad, dan Aja Rohani.
Sementara Habib Hasyem alias Habib Peureumbeue, mempunyai beberapa orang putra, antara lain Sayed Ahmad (Pak Mukim) Sayed Abdullah, dan yang perempuan bernama Cutwan Khadijah pula. Cutwan Khadijah menikah dengan Habib Ahmad Mon Keulayu, dan berputrakan antara lain Sayed Hasan, Sayed Husen, Sayed Aabdurrahman, Sayed Alwi, Sayed Ali dan Sayed Jamaluddin. Simaklah putaran nama nama itu, semuanya berkisar sekitar nama keluarga Rasulullah, mulai dari Hasyem, Abdullah, Khadijah, Ahmad (Muhammad) Ali, Fatimah, Hasan, Husen, Umi Kalsum, Zainal Abidin, Abubakar, dst. Sementara masyarakat umum yang bukan keturunan Sayed, selalu memberikan nama anak anak mereka dengan nama nama Abbas, Hamzah, Aminah, Thaleb, Zainab, Rukaiyah, disamping nama nama seperti yang saya sebutkan itu.
Apakah fenomena ini dapat dijadikan indikasi bahwa para pemilik nama nama itu merupakah pengikut Syiah Aceh? Apakah nama nama demikian karena menasabkan diri pada keturunan Rasulullah? Atau telah terjadi pertalian dua kepentingan, petama menasabkan diri pada darah nabi, dan kedua melestarikan nama nama yang dikenal sebagai nama ahlul bait yang utama? Tentu hal ini memerlukan penelitian lebih lanjut.
Simak pula, kisah yang selalu dilantunkan pada bulan Muharram (bulan dimana syahidnya Sayyidina Husen di Karbala):
//”Bak siploh uroe buleueun Muharram/ Kesudahan Husen Jamaloe (Jamalul/ Peu na mudah ta khanduri / Po Tallah bri pahla dudoe”// ( “Sepuluh hari bulan Muharram/ Kesudahan Husen Jamalul/ Jika ada kemudahan agar ber khanduri/ Allah memberi pahla nantinya”)
Bagaimanan jika disimak praktek ritual ibadah wajib seperti shalat lima waktu, puasa, zakat dan haji? Orang Aceh semuanya mengikuti praktek ibadah kaum Sunny, sebagaimana lazimnya kaum muslimin ditempat tempat lain di Indonesia. Namun bacaan shalawat kepada Nabi dan keluarganya, selalu diucapkan dengan menambahkan kata Sayyidina di depan nama Muhammad, dan Ibrahim. “Allahumma shalli ala Sayyidina Muhammad, wa ’ala ali Sayyidina Muhammad, kama shallaita ala Sayyidina Ibrahim, wa ala ali Sayyina Ibrahim, dst” Hal ini amat ditentang oleh pengikut Wahabi yang sangat anti terhadap praktek ibadah seperti memuja nama Rasul itu dengan meletakkan nama Sayyidina di depan nama nama mereka.
Saya hampir sampai pada kesimpulan bahwa orang Aceh itu pencinta ahlul bait yang sangat setia, kalaupun mereka tidak pernah mengaku sebagai pengukut syi‘ah. Bukankah pada masa tertentu dalam sejarah Islam, kaum syi‘ah meperkenalkan istilah taqiyah (bersembunyi) dan dari itu lahirlah ungkapan, bahwa orang yang mengaku dirinya syi‘ah bukanlah syi‘ah lagi”
Simaklah sebuah ceritera lucu tapi mengharukan, yang berlaku dalam satu keluarga miskin dan buta huruf di sebuah desa di Aceh pada tahun 1950-an. Tersebutlah nama Waki Saad Gapui, yang menikah dengan prempuan desa buta huruf, Maimunah namanya. Mereka berputra kan beberapa orang dan semua laki laki. Saad adalah penggemar hikayat Hasan Husen, seperti juga penduduk kampung lainnya. Maka dalam hikayat itu dikisahkan begini:
“Hasan dan Husen cuco di Nabi/ Aneuek tuan Siti Fatimah Dora/ Tuan teu Husen Syahid dalam Prang / Tuan teu Hasan syahid ji tuba/ Syahid di Husen ka keunong beusoe/ Di Hasan sidroe keunong bencana (racun)/ Tuan teu Husen syahid dalam Prang/ Tuan teu Hasan di rumoh tangga”//
Terkesima dengan kegungan nama yang disebut dalam bait hikayat itu, Saad sepakat memberikan nama nama anaknya seperti nama nama cucunda Nabi. Yang tertua diberi nama Hasan (Keuchik Hasan) yang kedua diberi nama Dan (Apa Dan) dan yang ketiga diberi nama Husen (meninggal waktu kecil). Maka kalau dibaca dalam satu nafas menjadi Hasan Dan Husen dilanjutkan dengan Cuco di Nabi. Padahal kata sambung dan itu bukan nama orang. Saad tidak peduli, dan nama anak keduanya tetap saja DAN, meskipun ketika dewasa nama itu menjadi Mad Dan, karena kesulitan menulis nama dalam KTP. Lalu adik adiknya diberi nama Sulaiman (nama Nabi), Ibrahim (nama Nabi), Zainal Abidin (nama putra Husen) dan Abdul Hamid. Apa yang terjadi dalam kehidupan kejiwaan Saad?Meskipun buta huruf dan petani biasa, Saad merasa sangat dekat dengan kehidupan Rasulullah, sehingga kumandang nama ahlul bait selalu terdengar dalam keluarga mereka. Saya merasa yakin, seandainya Saad memiliki anak perempuan, pasti akan diberi nama Khadijah, Fatimah atau Aminah!
Pertanyaannya kini adalah, apalah, sekali lagi, hal ini dapat dijadikan indikator bahwa orang Aceh baik keturunan Sayyed, atau orang biasa dapat disebut pengukut Syi‘ah? Atau dengan sebutan lain, apakah mereka ini bisa dipanggil dengan sebutan Syi‘ah Aceh? Saya sendiri cenderung berfikir demikian. Namun agar praduga ini cukup memiliki hujjah yang kuat, perlu dilakukan penelitian yang lebih dalam tentang fenomena yang saya uraikan dalam tulisan ini. Ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa Islam yang mula mula masuk ke Aceh justru berasal dari para ahlul bait yang hijrah karena tekanan politik dinasti Ummayah (turunan Muawiyah bin Abu Sofyan) terhadap keturunan Sayyidina Ali yang belakangan dikenal dengan kaum Alawiyin, pengikut Ali yang sepupu dan menantu Rasulullah.
Ingatlah pula bahwa pada saat haji wadak, Rasul pernah berkata di hadapan jama‘ah yang bergerak kembali ke Madinah setelah selesai berhaji. Rasul sawa sambil mengangkat tangan Ali, Rasul bersabda, “Wahai saudaraku kaum muslimin, aku dengan dia (sambil menunjuk Ali) bagaikan Musa dengan Harun, jika sesudah ku masih ada nabi, maka dialah orangnya. Namun karena tak ada nabi sesudahku, maka dialah penerusku. Kau saksikankah ucapanku ini wahai sekalian manusia?” kata Rasul dibukit Ghadir Khum itu. Maka dari turunan Sayyidina Ali itulah, kaum Alawiyin membangsakan diri. Wallahu a‘lamu bis-shawab.
*) Penulis adalah pemerhati sejarah dan kebudayaan, pegiatan Aceh Cultur Institut (ACI)
http://serambinews.com/old/index.php?aksi=bacabudaya&budid=104
Apa perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah ?
Banyak orang yang menyangka bahwa perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) dianggap sekedar dalam masalah khilafiyah Furu’iyah, seperti perbedaan antara NU dengan Muhammadiyah, antara Madzhab Safi’i dengan Madzhab Maliki.
Karenanya dengan adanya ribut-ribut masalah Sunni dengan Syiah, mereka berpendapat agar perbedaan pendapat tersebut tidak perlu dibesar-besarkan. Selanjutnya mereka berharap, apabila antara NU dengan Muhammadiyah sekarang bisa diadakan pendekatan-pendekatan demi Ukhuwah Islamiyah, lalu mengapa antara Syiah dan Sunni tidak dilakukan ?
Oleh karena itu, disaat Muslimin bangun melawan serangan Syiah, mereka menjadi penonton dan tidak ikut berkiprah.
Apa yang mereka harapkan tersebut, tidak lain dikarenakan minimnya pengetahuan mereka mengenai aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Sehingga apa yang mereka sampaikan hanya terbatas pada apa yang mereka ketahui.
Semua itu dikarenakan kurangnya informasi pada mereka, akan hakikat ajaran Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Disamping kebiasaan berkomentar, sebelum memahami persoalan yang sebenarnya.
Sedangkan apa yang mereka kuasai, hanya bersumber dari tokoh-tokoh Syiah yang sering berkata bahwa perbedaan Sunni dengan Syiah seperti perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzahab Syafi’i.
Padahal perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzhab Syafi’i, hanya dalam masalah Furu’iyah saja. Sedang perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah), maka perbedaan-perbedaannya disamping dalam Furuu’ juga dalam Ushuul.
Rukun Iman mereka berbeda dengan rukun Iman kita, rukun Islamnya juga berbeda, begitu pula kitab-kitab hadistnya juga berbeda, bahkan sesuai pengakuan sebagian besar ulama-ulama Syiah, bahwa Al-Qur’an mereka juga berbeda dengan Al-Qur’an kita (Ahlussunnah).
Apabila ada dari ulama mereka yang pura-pura (taqiyah) mengatakan bahwa Al-Qur’annya sama, maka dalam menafsirkan ayat-ayatnya sangat berbeda dan berlainan.
Sehingga tepatlah apabila ulama-ulama Ahlussunnah Waljamaah mengatakan : Bahwa Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) adalah satu agama tersendiri.
Melihat pentingnya persoalan tersebut, maka di bawah ini kami nukilkan sebagian dari perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dengan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah).
1. Ahlussunnah : Rukun Islam kita ada 5 (lima)
a) Syahadatain
b) As-Sholah
c) As-Shoum
d) Az-Zakah
e) Al-Haj
Syiah : Rukun Islam Syiah juga ada 5 (lima) tapi berbeda:
a) As-Sholah
b) As-Shoum
c) Az-Zakah
d) Al-Haj
e) Al wilayah
2. Ahlussunnah : Rukun Iman ada 6 (enam) :
a) Iman kepada Allah
b) Iman kepada Malaikat-malaikat Nya
c) Iman kepada Kitab-kitab Nya
d) Iman kepada Rasul Nya
e) Iman kepada Yaumil Akhir / hari kiamat
f) Iman kepada Qadar, baik-buruknya dari Allah.
Syiah : Rukun Iman Syiah ada 5 (lima)*
a) At-Tauhid
b) An Nubuwwah
c) Al Imamah
d) Al Adlu
e) Al Ma’ad
3. Ahlussunnah : Dua kalimat syahadat
Syiah : Tiga kalimat syahadat, disamping Asyhadu an Laailaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, masih ditambah dengan menyebut dua belas imam-imam mereka.
4. Ahlussunnah : Percaya kepada imam-imam tidak termasuk rukun iman. Adapun jumlah imam-imam Ahlussunnah tidak terbatas. Selalu timbul imam-imam, sampai hari kiamat.
Karenanya membatasi imam-imam hanya dua belas (12) atau jumlah tertentu, tidak dibenarkan.
Syiah : Percaya kepada dua belas imam-imam mereka, termasuk rukun iman. Karenanya orang-orang yang tidak beriman kepada dua belas imam-imam mereka (seperti orang-orang Sunni), maka menurut ajaran Syiah dianggap kafir dan akan masuk neraka.
5. Ahlussunnah : Khulafaurrosyidin yang diakui (sah) adalah :
a) Abu Bakar
b) Umar
c) Utsman
d) Ali Radhiallahu anhu
Syiah : Ketiga Khalifah (Abu Bakar, Umar, Utsman) tidak diakui oleh Syiah. Karena dianggap telah merampas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (padahal Imam Ali sendiri membai’at dan mengakui kekhalifahan mereka).
6. Ahlussunnah : Khalifah (Imam) adalah manusia biasa, yang tidak mempunyai sifat Ma’shum.
Berarti mereka dapat berbuat salah/ dosa/ lupa. Karena sifat Ma’shum, hanya dimiliki oleh para Nabi.
Syiah : Para imam yang jumlahnya dua belas tersebut mempunyai sifat Ma’’hum, seperti para Nabi.
7. Ahlussunnah : Dilarang mencaci-maki para sahabat.
Syiah : Mencaci-maki para sahabat tidak apa-apa bahkan Syiah berkeyakinan, bahwa para sahabat setelah Rasulullah SAW wafat, mereka menjadi murtad dan tinggal beberapa orang saja. Alasannya karena para sahabat membai’at Sayyidina Abu Bakar sebagai Khalifah.
8. Ahlussunnah : Siti Aisyah istri Rasulullah sangat dihormati dan dicintai. Beliau adalah Ummul Mu’minin.
Syiah : Siti Aisyah dicaci-maki, difitnah, bahkan dikafirkan.
9. Ahlussunnah : Kitab-kitab hadits yang dipakai sandaran dan rujukan Ahlussunnah adalah Kutubussittah :
a) Bukhari
b) Muslim
c) Abu Daud
d) Turmudzi
e) Ibnu Majah
f) An Nasa’i
(kitab-kitab tersebut beredar dimana-mana dan dibaca oleh kaum Muslimin sedunia).
Syiah : Kitab-kitab Syiah ada empat :
a) Al Kaafi
b) Al Istibshor
c) Man Laa Yah Dhuruhu Al Faqih
d) Att Tahdziib
(Kitab-kitab tersebut tidak beredar, sebab kebohongannya takut diketahui oleh pengikut-pengikut Syiah).
10. Ahlussunnah : Al-Qur’an tetap orisinil
Syiah : Al-Qur’an yang ada sekarang ini menurut pengakuan ulama Syiah tidak orisinil. Sudah dirubah oleh para sahabat (dikurangi dan ditambah).
11. Ahlussunnah : Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul Nya.
Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul Nya.
Syiah : Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang cinta kepada Imam Ali, walaupun orang tersebut tidak taat kepada Rasulullah.
Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang memusuhi Imam Ali, walaupun orang tersebut taat kepada Rasulullah.
12. Ahlussunnah : Aqidah Raj’Ah tidak ada dalam ajaran Ahlussunnah. Raj’ah adalah besok diakhir zaman sebelum kiamat, manusia akan hidup kembali. Dimana saat itu Ahlul Bait akan balas dendam kepada musuh-musuhnya.
Syiah : Raj’ah adalah salah satu aqidah Syiah. Dimana diceritakan : bahwa nanti diakhir zaman, Imam Mahdi akan keluar dari persembunyiannya. Kemudian dia pergi ke Madinah untuk membangunkan Rasulullah, Imam Ali, Siti Fatimah serta Ahlul Bait yang lain.
Setelah mereka semuanya bai’at kepadanya, diapun selanjutnya membangunkan Abu Bakar, Umar, Aisyah. Kemudian ketiga orang tersebut disiksa dan disalib, sampai mati seterusnya diulang-ulang sampai ribuan kali. Sebagai balasan atas perbuatan jahat mereka kepada Ahlul Bait.
Keterangan : Orang Syiah mempunyai Imam Mahdi sendiri. Berlainan dengan Imam Mahdinya Ahlussunnah, yang akan membawa keadilan dan kedamaian.
13. Ahlussunnah : Mut’ah (kawin kontrak), sama dengan perbuatan zina dan hukumnya haram.
Syiah : Mut’ah sangat dianjurkan dan hukumnya halal. Halalnya Mut’ah ini dipakai oleh golongan Syiah untuk mempengaruhi para pemuda agar masuk Syiah. Padahal haramnya Mut’ah juga berlaku di zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib.
14. Ahlussunnah : Khamer/ arak tidak suci.
Syiah : Khamer/ arak suci.
15. Ahlussunnah : Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap tidak suci.
Syiah : Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap suci dan mensucikan.
16. Ahlussunnah : Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri hukumnya sunnah.
Syiah : Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri membatalkan shalat.
(jadi shalatnya bangsa Indonesia yang diajarkan Wali Songo oleh orang-orang Syiah dihukum tidak sah/ batal, sebab meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri).
17. Ahlussunnah : Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat adalah sunnah.
Syiah : Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat dianggap tidak sah/ batal shalatnya.
(Jadi shalatnya Muslimin di seluruh dunia dianggap tidak sah, karena mengucapkan Amin dalam shalatnya).
18. Ahlussunnah : Shalat jama’ diperbolehkan bagi orang yang bepergian dan bagi orang yang mempunyai udzur syar’i.
Syiah : Shalat jama’ diperbolehkan walaupun tanpa alasan apapun.
19. Ahlussunnah : Shalat Dhuha disunnahkan.
Syiah : Shalat Dhuha tidak dibenarkan.
(padahal semua Auliya’ dan salihin melakukan shalat Dhuha).
Demikian telah kami nukilkan perbedaan-perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Sengaja kami nukil sedikit saja, sebab apabila kami nukil seluruhnya, maka akan memenuhi halaman-halaman buku ini.
Harapan kami semoga pembaca dapat memahami benar-benar perbedaan-perbedaan tersebut. Selanjutnya pembaca yang mengambil keputusan (sikap).
Masihkah mereka akan dipertahankan sebagai Muslimin dan Mukminin ? (walaupun dengan Muslimin berbeda segalanya).
Sebenarnya yang terpenting dari keterangan-keterangan diatas adalah agar masyarakat memahami benar-benar, bahwa perbedaan yang ada antara Ahlussunnah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) itu, disamping dalam Furuu’ (cabang-cabang agama) juga dalam Ushuul (pokok/ dasar agama).
Apabila tokoh-tokoh Syiah sering mengaburkan perbedaan-perbedaan tersebut, serta memberikan keterangan yang tidak sebenarnya, maka hal tersebut dapat kita maklumi, sebab mereka itu sudah memahami benar-benar, bahwa Muslimin Indonesia tidak akan terpengaruh atau tertarik pada Syiah, terkecuali apabila disesatkan (ditipu).
Oleh karena itu, sebagian besar orang-orang yang masuk Syiah adalah orang-orang yang tersesat, yang tertipu oleh bujuk rayu tokoh-tokoh Syiah.
Akhirnya, setelah kami menyampaikan perbedaan-perbedaan antara Ahlussunnah dengan Syiah, maka dalam kesempatan ini kami menghimbau kepada Alim Ulama serta para tokoh masyarakat, untuk selalu memberikan penerangan kepada umat Islam mengenai kesesatan ajaran Syiah. Begitu pula untuk selalu menggalang persatuan sesama Ahlussunnah dalam menghadapi rongrongan yang datangnya dari golongan Syiah. Serta lebih waspada dalam memantau gerakan Syiah didaerahnya. Sehingga bahaya yang selalu mengancam persatuan dan kesatuan bangsa kita dapat teratasi.
Selanjutnya kami mengharap dari aparat pemerintahan untuk lebih peka dalam menangani masalah Syiah di Indonesia. Sebab bagaimanapun, kita tidak menghendaki apa yang sudah mereka lakukan, baik di dalam negri maupun di luar negri, terulang di negara kita.
Semoga Allah selalu melindungi kita dari penyesatan orang-orang Syiah dan aqidahnya. Amin.
Mas, mbok ya kalau mau copy paste, itu disertakan sumbernya donk. Kasian yang nulis. Kalau seperti ini, itu secara tidak langsung mengesankan bahwa Andalah yang menulis.
Dari situnya Al-Bayyinat khan? ini mah udah sering aku baca cuy.
Kunjungi juga http://jakfari.wordpress.com dan http://satriasyiah.wordpress.com
Gw males nanggepi komentar yang ndak mutu diatas.
Jika di motor anda ada bentuk palang salip lalu anda shalat laksana muslim
Apakah perlu di pertanyakan Agama sampean,
Memuat perbandingan yg sangat dan sarat kepentingan tanpa penelitian yg akurat. Tahukah anda bhw dr buahnya akan tahu pohonnya. Lihatlah iran buah dr syiah melawan kaum kafir saudi yahudi wahabi yang dibantu amrik inggris dan israel Lihat indonesia buah dr sunni yg penuh dgn korupsi. Ngeeri.
mas kalo copy paste yang bener diteliti dulu, pantes gak buat dipublikasikan ?
emang yang baca ini ngerti semua? kan enggak
takut nya malah jadi kontroversi
dan kesan nya tuh ngomporin !
Harusnya Anda protes ma serambi. Ok? Aku hanya meneruskan saja.
bales kopi paste ah…. itu dr salafi tobat kayaknya bos
mohon tanggapan saudara harlan fauzan ali
Ahlussunnah : Shalat Dhuha disunnahkan.
Syiah : Shalat Dhuha tidak dibenarkan.
sedangkan menurut hadist :
Dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu disebutkan, termasuk waktu yang dilarang untuk shalat adalah setelah shalat subuh sampai matahari tinggi dan setelah shalat ashar sampai matahari tenggelam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ صَلاَةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ وَلاَ صَلاَةَ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغِيْبَ الشَّمْسُ
“Tidak ada shalat setelah subuh sampai matahari tinggi dan tidak ada shalat setelah ashar sampai matahari tenggelam.” (HR. Al-Bukhari no. 586 dan Muslim no. 1920)
Adapun sebab dilarangnya shalat di tiga waktu di atas (pada hadits ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu) disebutkan dalam hadits berikut ini:
‘Amr bin ‘Abasah radhiyallahu ‘anhu mengabarkan tentang pertemuannya dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah setelah sebelumnya ia pernah bertemu dengan beliau ketika masih bermukim di Makkah. Saat bertemu di Madinah ini, ‘Amr bertanya kepada beliau tentang shalat maka beliau memberi jawaban:
صَلِّ صَلاَةَ الصُّبْحِ ثُمَّ أَقْصِرْ عَنِ الصَّلاَةِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ حَتَّى تَرْتَفِعَ، فَإِنَّهَا تَطْلُعُ حِيْنَ تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ، وَحِيْنَئِذٍ يَسْجُدُ لَهَا الْكُفَّارُ؛ ثُمَّ صَلِّ فَإِنَّ الصَّلاَةَ مَشْهُودَةٌ مَحْضُوْرَةٌ، حَتَّى يَسْتَقِلَّ الظِّلُّ بِالرُّمْحِ، ثُمَّّ أَقْصِرْ عَنِ الصَّلاَةِ، فَإِنَّ حِيْنَئِذٍ تُسْجَرُ جَهَنَّمُ. فَإِذَا أَقْبَلَ الْفَيْءُ فَصَلِّ فَإِنَّ الصَّلاَةَ مَشْهُوْدَةٌ مَحْضُورَةٌ، حَتَّى تُصَلِّيَ الْعَصْرَ، ثُمَّ أَقْصِرْ عَنِ الصَّلاَةِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ، فَإِنَّهَا تَغْرُبُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ، وَحِيْنَئِذٍ يَسْجُدُ لَهَا الْكُفَّارُ
“Kerjakanlah shalat subuh kemudian tahanlah dari mengerjakan shalat ketika matahari terbit sampai tinggi karena matahari terbit di antara dua tanduk setan dan ketika itu orang-orang kafir sujud kepada matahari. Kemudian shalatlah karena shalat itu disaksikan dihadiri (oleh para malaikat) hingga tombak tidak memiliki bayangan, kemudian tahanlah dari mengerjakan shalat karena ketika itu neraka Jahannam dinyalakan/dibakar dengan nyala yang sangat. Apabila telah datang bayangan (yang jatuh ke arah timur/saat matahari zawal) shalatlah karena shalat itu disaksikan dihadiri (oleh para malaikat) hingga engkau mengerjakan shalat ashar (terus boleh mengerjakan shalat sampai selesai shalat ashar, pent.), kemudian tahanlah dari mengerjakan shalat hingga matahari tenggelam karena matahari tenggelam di antara dua tanduk syaitan dan ketika itu orang-orang kafir sujud kepada matahari.” (HR. Muslim no. 1927)
Benar banget, shalat dhuha dilakukan oleh siti asyiah yaitu 8 rakaat. Pdhal semestinya shalat sunah 8 rakaat sebelum shalat dhuhur. Ttg shalat wajib yaitu 3 waktu sebanyak 5 fardhu.
Sorry, jangan bahas ini di sini. Krn ndak nyambung.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh mas ressay,
Alhamdulillah,anda telah berkata benar diatas.
Kami kaum awaliyin laki-laki selalu mengunakan sayyid dan wanitanya mengunakan syarifah.
Keluarga saya dulu banyak tinggal di meulaboh, tetapi setelah kejadian tsunami yg lalu banyak yang tewas.
Saya sendiri adalah sayyid habib bin yahya dari keturunan sayyidina husein r.a.
Wassalamualaikum warahmatullahiwabarakatuh,
Sayyid.
dipat droen di aceh ? saya ada di banda aceh sekarang, no saya 0813 770 456 25
Salam,,,bgi yg mnjaga 2 kalimat syahadat adalah saudara saya,,rasul kita Muhammad saww mnikahi Khadijah,lahirlah Fatimah di nikahi ALI,anaknya Al-Hasan dan Al-Husein,mreka di sebut Ahlul bait Nabi,,jk sdr ssakit pnas,mrah,stres,lalu ingin smbuh lhir &batin maka baca dan kenalilah mreka,telat berbuat apa untk kita,,LIKHOMSATUN UTFI BIHAHARROL WABA’ALHATIMAH ALMUSTOFA(rasul)WAL MURTADHO(ali)WABNA HUMA(hasan husen)WA FATIMAH(fatimah).
shalawat yang aku sukai…
salam.. kebenaran adalah jelas dan kebatilan juga jelas.!! perbedaan pandangan adalah rahmat, sementara permusuhan yang berasal darinya adalah petaka. Kenalilah Nabi, Ali, Fatimah, hasan dan Husain. maka kita akan mengenal Kebenaran dan Islam yang sebenarnya.!!
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad.
Ass. Permisi numpang coment dunk! Ane stju dgn artikel yg dimuat diatas, semoga dakwah AHLULBAYT semakin mengakar ditanoh rencong tercinta, wat yg ngak seneng sama AHLULBAYT bnyak2 belajar islam dulu ya…! syukron!
Asslm. Wr. Wb.
Rekan2..saya yakin sebutan syi’ah di Aceh berasal dari kata Syech atau Syah yang berarti Raja…jadi ada orang2 yang anti Sunni yang mempelesetkan ini.
keyakinan itu harus berdasar…
Mohon maaf , untuk peristiwa ghadirkhum penulis merujuk dari mana ya?
assalamualaikum
ghadir khum peristiwa besar yang samar
allahumma sholi ala muhammad wa ali muhammad
wass..
Setelah kita baca ternyta tidak semua isi kandungan tulisan ini benar adanya. Misalnya Imam Ali baru menikah dengan wanita lain setelah Fatimah az Zahra berpulang kerahmatulkah. Jadi bagaimana mungkin Hussein dan Hanafiah didudukkan dipaha Rasulullah? Kemudian juga bagaimana mungkin Hanafiah hendak mengeksekusi wanita hamil, walau dalam perang sekalipun? Syiah Imamiah 12 pasti tau bahwa janin dalam rahim wanita itu pasti Islami. Masih banyak lagi yang perlu di sortir tentang kebenarannya.
(Uwais Moballeghi- Acheh – Sumatra)
muhammad nafilah diperkirakan adalah nenek moyang orang aceh, hasil mut’ah ali as. dengan seorang wanita tawanan perang khaibar.
hasan as. dan husein as. adalah hasil mut’ah fatimah ra. dengan abdullah bin saba’. (sumber: sirat al-kafi vol.1)
izin sedot gan